Sabtu, 31 Mei 2014

Apresiasi dari Kabid Dikbudpora

Acara terakhir Workshop yang diselenggarakan oleh WWF yaitu acara penutup, setelah 4 hari melaksanakan kegiatan workshop mulai tanggal 28-31 Mei, bertempat di Wakatobi Bajo Resort. Kegiatan di hari terakhir yaitu penyampaian presentasi hasil revisi modul Mulok Kelautan untuk tingkatan kelas Menangah Atas. Setelah presentasi, lalu dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang kurikulum dan implementasi pada Mata pelajaran Mulok Kelautan. Materinya disampaikan oleh Bapak Safiudin, selaku Kabid Dikbudpora dan juga Pengelola Dana BOS. 

Aku suka dengan cara penyampaian beliau. Sosok sederhana yang murah senyum. Apa yang beliau sampaikan sangat bermanfaat dan menambah pengetahuanku dalam membuat rancangan pembelajaran.
Pada sesi tanya jawab, aku memanfaatkan kesempatan untuk bertanya sekaligus memperkenalkan SGI. Bak gayung bersambut, beliaupun ternyata sudah mengetahui kami melalui tayangan POJOK EDUKASI yang kami bawakan di WAKATOBI TV.
Usai acara, kami pun sempat mengobrol.

“Adek yang sering di TV Wakatobi itu kan”, beliau bertanya padaku dengan senyum yang begitu mengembang.

“Iya pak”, jawabku. Senyum kupun tak kalah mengembang.

“Nah saya sempat bilang sama temen-temen guru, seperti itulah harusnya cara mengajar”, ujar beliau.

Wah, sontak saja dalam hati aku merasa kegirangan. Betapa tidak. Tak hanya masyarakat biasa saja yang menyaksikan tayangan kami, pakar-pakar pendidikan pun rela meluangkan waktunya demi menonton program yang kami bawakan.

Alhamdulillah POJOK EDUKASI mendapatkan banyak apresiasi positif dan kali ini datang dari Kabid Dikbudpora, pakar Kurikulum.

Kami merasa apa yang kami bagikan sangatlah sederhana dan kami tak pernah menyangka bisa mendapatkan apresiasi yang luar biasa.

Semoga POJOK EDUKASI bisa memberi banyak manfaat dan inspirasi baik untuk praktisi pendidikan, para pendidik, peserta didik, dan seluruh masyarakat Wakatobi. Aamiin allahumma aamiin..

Kamis, 01 Mei 2014

Memahami Gaya Belajar Siswa



Aksan dan Irjan merupakan murid kelas 3 MIS Al-IKHLAS Wandoka Selatan, tempatku bertugas hingga bulan November 2014 sebagai guru relawan dari Program Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (SGI-DD).  Menurut teman-teman kelasnya,  mereka belum bisa membaca. 

Suatu pagi aku mengajak mereka ke ruang guru, hendak mengajarkan mereka membaca. tapi susah sekali untuk mengajak mereka, terlebih Aksan. Ini kesekian kalinya aku mengajak Aksan, tapi tetap ditolak olehnya. Aku pun tak patah semangat. Ku katakan padanya kalau aku memiliki gambar dan aku ingin menunjukkan gambar itu padanya. Alhamdulillah cara ini ampuh. Dia pun mau ikut bersamaku ke ruang guru, meski masih sedikit malu-malu. Ya, awalnya dia hanya berdiam diri saja di depan pintu ruang guru. Dia tidak mau masuk. Sengaja kuajak Irjan, agar Aksan tidak malu, tapi Irjan pun juga ikut tidak mau masuk.
Setelah merayu mereka, akhirnya mereka pun mau masuk ke dalam ruang guru. Kuajak mereka duduk di salah satu bangku panjang yang ada di ruang guru itu. Kuambil sebuah buku pelajaran untuk kelas 3. Aku tidak langsung mengajak mereka membaca. Kuperlihatkan pada mereka gambar-gambar yang ada dibuku itu dan kuajak mereka untuk menebak gambar dan berapa jumlahnya. Aku ingin memberikan apersepsi terlebih dahulu sebelum mengajak mereka belajar membaca. 
Setelah terlihat semangat terpancar dari wajah mereka, tanda mereka siap belajar, aku pun langsung mengambil media belajar membaca yang sudah kubuat beberapa minggu yang lalu. Sebelumnya media ini pernah kugunakan untuk mengajar membaca siswa kelas 1. Media sederhana yang kuberi nama “Flat Flag”, terbuat dari kertas karton bekas yang sudah lama tersimpan di ruang guru. Kertas karton itu dipotong dan dituliskan suku kata, setiap potongan kertas karton berisi satu suku kata. Kuberikan gambar pada tiap potongan kertas karton, meskipun gambarnya tidak bagus karena memang aku tidak jago dalam menggambar, lalu kuberi warna. Gambar tersebut berhubungan dengan kata yang akan dirangkai. Gambar yang berwarna bisa menggugah minat belajar anak, sebab itulah aku berusaha mengkreasikannya. Setelah itu kutempelkan pada batang lidi. 
Aksan yang dianggap tidak bisa membaca oleh teman-temanya ternyata begitu cepat tanggap dalam belajar membaca dengan menggunakan media sederhana ini. Hanya dalam waktu beberapa menit saja dia sudah bisa merangkai setiap suku kata menjadi kata dan juga frasa. Perubahan yang cukup signifikan. Aksan yang awalnya pemalu dan susah sekali diajak belajar, begitu juga yang sering dikeluhkan oleh orang tuanya, ternyata menujukkan reaksi yang positif. Dia begitu bersemangat mengeja setiap suku kata. Bahkan dia juga sudah mulai lancar membaca. Menurutku Aksan bukan tidak bisa membaca ataupun tidak mau belajar, tapi dia hanya ingin belajar jika media yang digunakan adalah media yang menarik dan dengan menggunakan metode yang menyenangkan, tentunya juga dibutuhkan kesabaran dalam membimbing dan mengajaknya. Biarkan kemauan belajar itu tumbuh dengan sendirinya, tanpa paksaan. 
Meski awalnya agak susah mengajaknya, tapi akhirnya Aksan mau juga belajar. Sedangkan untuk Irjan, dia tidak pernah menolak ajakanku setiap kali aku mengajaknya belajar. Jika Aksan sudah bisa merangkai kata dan frasa, tidak sama halnya dengan  Irjan.  Dia sama sekali tidak bisa membaca, huruf abjadpun belum bisa dihapalnya. Aku pun mengajarkan dia membaca dari tingkat yang paling dasar, yaitu pengenalan huruf abjad. Butuh waktu lama bagi Irjan untuk bisa mengingat dan menghapal huruf abjad. Jika menggunakan lagu, dia akan cepat sekali menghapal, tapi begitu menunjuk huruf secara acak dan memintanya untuk mengejanya, akan begitu sulit baginya. 
Beda siswa beda pula kelebihan yang dimilikinya. Aksan mungkin cepat tanggap dalam belajar membaca, dan menunjukkan bahwa kecerdasan linguistiknya bagus, tapi dalam hal berhitung sepertinya Aksan mengalami kendala. Aku mulai mengajarinya belajar berhitung dari penjumlahan. Sedangkan Irjan, dia memang di anugrahi kecerdasan matematis dan mungkin juga kecerdasan musikal. Ketika dia melihat soal latihan matematika yang kuberikan pada Aksan, dia mengatakan bahwa soal itu begitu mudah untuknya. Tapi ketika kuminta untuk mengeja kembali huruf-huruf abjad secara acak, dia akan mengalami kesulitan. Sudah beberapa hari ini aku mengajarkannya mengenal huruf abjad, tapi belum semua bisa diingat olehnya. Pelan-pelan, Insyaallah dia pasti bisa.
Setiap orang memang dianugrahi kelebihan dan kecerdasan yang berbeda-beda, begitu juga dengan Aksan dan Irjan dan juga siswa-siswa lainnya. Kita sebagai seoarng pendidik harus jeli melihat setiap kemampuan yang  dimiliki anak didik kita. Usahakan tidak memaksakan kehendak kita pada mereka untuk bisa menguasai seluruh materi ajar. Karena biasanya setiap siswa hanya akan menonjol pada sebagian kecerdasan saja, begitu pun juga mereka memiliki kelemahan pada kecerdasan tertentu. Butuh kesabaran untuk memahami apa yang diinginkan mereka, termasuk gaya belajarnya. Dengan begitu, kita akan bisa melihat potensi yang tersembunyi yang ada dalam diri tiap siswa.  

 (Woua-Wakatobi  , Maret 2014)