Acara terakhir Workshop yang
diselenggarakan oleh WWF yaitu acara penutup, setelah 4 hari
melaksanakan kegiatan workshop mulai tanggal 28-31 Mei, bertempat di
Wakatobi Bajo Resort. Kegiatan di hari terakhir yaitu penyampaian
presentasi hasil revisi modul Mulok Kelautan untuk tingkatan kelas
Menangah Atas. Setelah presentasi, lalu dilanjutkan dengan penyampaian
materi tentang kurikulum dan implementasi pada Mata pelajaran Mulok
Kelautan. Materinya disampaikan oleh Bapak Safiudin, selaku Kabid Dikbudpora dan juga Pengelola Dana BOS.
Aku suka dengan cara penyampaian beliau. Sosok sederhana yang murah
senyum. Apa yang beliau sampaikan sangat bermanfaat dan menambah
pengetahuanku dalam membuat rancangan pembelajaran.
Pada sesi
tanya jawab, aku memanfaatkan kesempatan untuk bertanya sekaligus
memperkenalkan SGI. Bak gayung bersambut, beliaupun ternyata sudah
mengetahui kami melalui tayangan POJOK EDUKASI yang kami bawakan di
WAKATOBI TV.
Usai acara, kami pun sempat mengobrol.
“Adek yang sering di TV Wakatobi itu kan”, beliau bertanya padaku dengan senyum yang begitu mengembang.
“Iya pak”, jawabku. Senyum kupun tak kalah mengembang.
“Nah saya sempat bilang sama temen-temen guru, seperti itulah harusnya cara mengajar”, ujar beliau.
Wah, sontak saja dalam hati aku merasa kegirangan. Betapa tidak. Tak
hanya masyarakat biasa saja yang menyaksikan tayangan kami, pakar-pakar
pendidikan pun rela meluangkan waktunya demi menonton program yang kami
bawakan.
Alhamdulillah POJOK EDUKASI mendapatkan banyak apresiasi positif dan kali ini datang dari Kabid Dikbudpora, pakar Kurikulum.
Kami merasa apa yang kami bagikan sangatlah sederhana dan kami tak
pernah menyangka bisa mendapatkan apresiasi yang luar biasa.
Semoga POJOK EDUKASI bisa memberi banyak manfaat dan inspirasi baik
untuk praktisi pendidikan, para pendidik, peserta didik, dan seluruh
masyarakat Wakatobi. Aamiin allahumma aamiin..
Sabtu, 31 Mei 2014
Kamis, 01 Mei 2014
Memahami Gaya Belajar Siswa
Aksan dan Irjan merupakan murid kelas 3 MIS Al-IKHLAS Wandoka Selatan, tempatku bertugas hingga bulan November 2014 sebagai guru relawan dari Program Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa (SGI-DD). Menurut teman-teman kelasnya, mereka belum bisa membaca.
Suatu pagi aku mengajak mereka ke ruang guru, hendak mengajarkan mereka membaca. tapi susah sekali untuk mengajak mereka, terlebih Aksan. Ini kesekian kalinya aku mengajak Aksan, tapi tetap ditolak olehnya. Aku pun tak patah semangat. Ku katakan padanya kalau aku memiliki gambar dan aku ingin menunjukkan gambar itu padanya. Alhamdulillah cara ini ampuh. Dia pun mau ikut bersamaku ke ruang guru, meski masih sedikit malu-malu. Ya, awalnya dia hanya berdiam diri saja di depan pintu ruang guru. Dia tidak mau masuk. Sengaja kuajak Irjan, agar Aksan tidak malu, tapi Irjan pun juga ikut tidak mau masuk.
Suatu pagi aku mengajak mereka ke ruang guru, hendak mengajarkan mereka membaca. tapi susah sekali untuk mengajak mereka, terlebih Aksan. Ini kesekian kalinya aku mengajak Aksan, tapi tetap ditolak olehnya. Aku pun tak patah semangat. Ku katakan padanya kalau aku memiliki gambar dan aku ingin menunjukkan gambar itu padanya. Alhamdulillah cara ini ampuh. Dia pun mau ikut bersamaku ke ruang guru, meski masih sedikit malu-malu. Ya, awalnya dia hanya berdiam diri saja di depan pintu ruang guru. Dia tidak mau masuk. Sengaja kuajak Irjan, agar Aksan tidak malu, tapi Irjan pun juga ikut tidak mau masuk.
Setelah
merayu mereka, akhirnya mereka pun mau masuk ke dalam ruang guru. Kuajak mereka
duduk di salah satu bangku panjang yang ada di ruang guru itu. Kuambil sebuah
buku pelajaran untuk kelas 3. Aku tidak langsung mengajak mereka membaca. Kuperlihatkan
pada mereka gambar-gambar yang ada dibuku itu dan kuajak mereka untuk menebak
gambar dan berapa jumlahnya. Aku ingin memberikan apersepsi terlebih dahulu
sebelum mengajak mereka belajar membaca.
Setelah
terlihat semangat terpancar dari wajah mereka, tanda mereka siap belajar, aku
pun langsung mengambil media belajar membaca yang sudah kubuat beberapa minggu
yang lalu. Sebelumnya media ini pernah kugunakan untuk mengajar membaca siswa
kelas 1. Media sederhana yang kuberi nama “Flat Flag”, terbuat dari kertas karton
bekas yang sudah lama tersimpan di ruang guru. Kertas karton itu dipotong dan
dituliskan suku kata, setiap potongan kertas karton berisi satu suku kata.
Kuberikan gambar pada tiap potongan kertas karton, meskipun gambarnya tidak
bagus karena memang aku tidak jago dalam menggambar, lalu kuberi warna. Gambar
tersebut berhubungan dengan kata yang akan dirangkai. Gambar yang berwarna bisa
menggugah minat belajar anak, sebab itulah aku berusaha mengkreasikannya.
Setelah itu kutempelkan pada batang lidi.
Aksan
yang dianggap tidak bisa membaca oleh teman-temanya ternyata begitu cepat
tanggap dalam belajar membaca dengan menggunakan media sederhana ini. Hanya
dalam waktu beberapa menit saja dia sudah bisa merangkai setiap suku kata
menjadi kata dan juga frasa. Perubahan yang cukup signifikan. Aksan yang
awalnya pemalu dan susah sekali diajak belajar, begitu juga yang sering
dikeluhkan oleh orang tuanya, ternyata menujukkan reaksi yang positif. Dia
begitu bersemangat mengeja setiap suku kata. Bahkan dia juga sudah mulai lancar
membaca. Menurutku Aksan bukan tidak bisa membaca ataupun tidak mau belajar,
tapi dia hanya ingin belajar jika media yang digunakan adalah media yang
menarik dan dengan menggunakan metode yang menyenangkan, tentunya juga
dibutuhkan kesabaran dalam membimbing dan mengajaknya. Biarkan kemauan belajar
itu tumbuh dengan sendirinya, tanpa paksaan.
Meski
awalnya agak susah mengajaknya, tapi akhirnya Aksan mau juga belajar. Sedangkan
untuk Irjan, dia tidak pernah menolak ajakanku setiap kali aku mengajaknya
belajar. Jika Aksan sudah bisa merangkai kata dan frasa, tidak sama halnya
dengan Irjan. Dia sama sekali tidak bisa membaca, huruf
abjadpun belum bisa dihapalnya. Aku pun mengajarkan dia membaca dari tingkat
yang paling dasar, yaitu pengenalan huruf abjad. Butuh waktu lama bagi Irjan
untuk bisa mengingat dan menghapal huruf abjad. Jika menggunakan lagu, dia akan
cepat sekali menghapal, tapi begitu menunjuk huruf secara acak dan memintanya
untuk mengejanya, akan begitu sulit baginya.
Beda
siswa beda pula kelebihan yang dimilikinya. Aksan mungkin cepat tanggap dalam
belajar membaca, dan menunjukkan bahwa kecerdasan linguistiknya bagus, tapi
dalam hal berhitung sepertinya Aksan mengalami kendala. Aku mulai mengajarinya
belajar berhitung dari penjumlahan. Sedangkan Irjan, dia memang di anugrahi
kecerdasan matematis dan mungkin juga kecerdasan musikal. Ketika dia melihat
soal latihan matematika yang kuberikan pada Aksan, dia mengatakan bahwa soal
itu begitu mudah untuknya. Tapi ketika kuminta untuk mengeja kembali
huruf-huruf abjad secara acak, dia akan mengalami kesulitan. Sudah beberapa
hari ini aku mengajarkannya mengenal huruf abjad, tapi belum semua bisa diingat
olehnya. Pelan-pelan, Insyaallah dia pasti bisa.
Setiap
orang memang dianugrahi kelebihan dan kecerdasan yang berbeda-beda, begitu juga
dengan Aksan dan Irjan dan juga siswa-siswa lainnya. Kita sebagai seoarng
pendidik harus jeli melihat setiap kemampuan yang dimiliki anak didik kita. Usahakan tidak memaksakan
kehendak kita pada mereka untuk bisa menguasai seluruh materi ajar. Karena
biasanya setiap siswa hanya akan menonjol pada sebagian kecerdasan saja, begitu
pun juga mereka memiliki kelemahan pada kecerdasan tertentu. Butuh kesabaran
untuk memahami apa yang diinginkan mereka, termasuk gaya belajarnya. Dengan
begitu, kita akan bisa melihat potensi yang tersembunyi yang ada dalam diri
tiap siswa.
(Woua-Wakatobi , Maret 2014)
Langganan:
Postingan (Atom)