Senin, 29 Februari 2016

“Rezeki Gak Kemana”



Pengalaman 1 :
Sepulang sekolah, saya pergi memeriksakan motor saya di tempat servis motor yang ada di Cakra. Ternyata kerusakannya parah. Saya pun menunggu beberapa jam lamanya. Saat Mas Montir nya mau uji coba kembali motor saya yang sudah selesai diservis, ternyata bensin motor saya habis. Saya pun berjalan kaki mencari penjual bensin eceran.  Cukup jauh saya berjalan kearah selatan, tapi sy gak menemukan penjual bensin. Untunglah saat perjalanan kembali ke tempat servis tadi, saya melihat diseberang jalan arah ke barat tampak botol-botol bensin berjejer di sebuah rak kayu. Saya menghampirinya dan mengatakan pada pedagangnya kalau saya mau membeli bensin tapi saya mau pinjam botolnya.  Saya jelaskan padanya kalau motor saya kehabisan bensin dan sedang berada di tempat servis yang tidak jauh dari lokasi pedagang bensin tsb. Pedagang yang menggunakan baju rompi orange (juga kerja sbg tukang parkir)  itu rupanya tidak mau membantu saya. Dia juga malah mengatakan kalau 1 botol itu harganya Rp 10.000 (biasanya harga 1 btl Rp 8000/9000). Pedagang itu ingin mengambil keuntungan berlebih, mengambil kesempatan dalam kesempitan orang lain. Gak hanya itu, dia juga meminta uang jaminan dengan alasan nanti saya tidak kembalikan botol nya. Padahal duit di dompet pas-pasan, belum lagi  untuk bayar biaya servisnya, “kelewat bener deh bapak ini, saya cuma butuh bensinnya”, ah sempet ngedumel dalam hati sambil nyodorin duit jaminan. Selepas mengambil motor di tempat servis,  saya pun kembali ke pedagang tadi untuk mengembalikan botol bensinnya.
Pengalaman 2 :
Suatu hari saya pergi men-copy materi Matematika di sebuah fotocopyan yang ada di dekat sekolah tempat saya mengajar. Jumlah yang harus saya bayar yaitu Rp. 10.800. Saya kemudian menyerahkan uang 15 ribu (kebetulan saya hanya membawa duit segitu, dan itu duit orang). Tapi karena tak ada kembalian, si Mas pemilik  fotocopyan nya menyuruh saya membayar hanya 10 ribu saja. Saya sempat merasa gak enak hati, pasalnya fotocopyan itu pun sering nampak tak ramai pengunjung. Duit 800 rupiah mungkin nilainya tak seberapa, tapi dalam bisnis 50 rupiah harus diperhitungkan. Dan bisa jadi laba yang diperoleh dari usaha fotocopyan  itu gak seberapa, ditambah dengan jumlah pengunjung yang tidak banyak.
Bukan perkara banyak atau sedikitnya, tapi  berkaitan dnegan  keikhlasan hati dalam memberi  saat berada pada kondisi yang mungkin tidak dilimpahi banyak materi. Disaat wirausahawan lain melakukan berbagai cara “tidak baik” agar bisa memperoleh laba yang banyak, Mas yang satu ini malah merelakan laba yang merupakan bagian dari rezeki yang menjadi haknya.  
Mata saya sempat tertuju pada sebuah tulisan di kertas yang tertempel pada dinding di tempat fotocopyan tadi, sebuah tulisan yang berada di antara jejeran tulisan lainnya,

“Jika aku  yakin rezeki ku (disisi) Allah tidak akan diambil oleh orang lain, maka tenang lah hatiku karenanya”.

Sebuah tulisan yang mengingatkan kita bahwa masing-masing diri kita sudah Allah siapkan rezekinya. Tinggal bagaimana menjemput rezeki tsb dengan cara yang baik dan terpuji. Berbagi tak akan pernah mengurangi jatah rezeki kita.
Semoga Mas pemilik fotocopyan tsb dilimpahkan rezeki yang barokah, dilancarkan usahanya, dan mendapatkan pelanggan2 yang loyal. Aamiin