Minggu, 30 Maret 2014

Seputar Kelas 1



Akhir-akhir ini Wakatobi mulai sering diguyur hujan. Seperti pagi ini, hujan  turun dengan lebat ketika aku hendak berangkat menuju sekolah. Setelah berpamitan dengan orang rumah, aku pun mengayuh sepedaku, hendak pergi ke sekolah. Tapi baru sampai beberapa meter dari rumah, hujan mulai turun. Aku juga sebenarnya sudah menduga bakalan turun hujan karena  terlihat langit begitu pekat oleh awan hitam ketika aku baru saja membuka pintu belakang rumah. Tapi demi sebuah pengabdian, kulanjutkan langkahku sebelum akhirnya terhenti oleh derasnya hujan yang turun. Aku harus kembali kerumah, aku nggak boleh memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan, apalagi aku hanya menggunakan sepeda yang tentunya waktu yang ditempuh akan lebih lama, dan itu akan membuatku basah kuyup sesampai di sekolah.
Setelah menunggu beberapa menit, hujan terlihat mulai reda. Kubuka pintu depan rumah, langit sudah mulai cerah meski rintik hujan masih tersisa. Jam di dinding hampir menuju jam 8.00, aku harus segera menuju sekolah, bertemu dengan bintang-bintang kecilku.
Aku kemudian bergegas menuju ke belakang rumah, tempat parkirnya sepeda miniku. Setelah kembali berpamitan, aku langsung mengayuh sepedaku. Gerimis lembut masih setia membasahi bumi dan juga membasahi baju dan jilbab oren ku.  Tapi tak kuhiraukan. Jalanan lebih sepi dari biasanya, hanya tampak satu dua kendaraan yang melintas.
Sesampai disekolah, kuparkir sepeda miniku di tempat parkir yang letaknya tak jauh dari ruang guru. Belum sempat ku masuk keruang guru, aku langsung menyapa murid kelas 1 yang lokasi kelasnya berdekatan dengan ruang guru. Untuk masuk ke ruang guru, harus melewati kelas 1. Setelah menyapa mereka, kuletakkan task u di meja guru dan kembali menyapa mereka, kali ini untuk mengajar mereka, karena guru mereka belum datang. Setelah doa dan salam, kutanyakan pada mereka mau belajar apa, mereka serempak menjawab ingin belajar pengurangan. Aku pun mengabulkan keinginann mereka.
Kulihat di pojok kelas ada beberapa kerang kecil, mungkin itu miliknya Irfan, salah satu siswa kelas 1, aku kemudian emminjam kerang itu nuntuk memperkenalkan konsep pengurangan pada mereka, agar mereka juga bisa mempraktikkan langsung cara mengurangi benda-benda yang ada di sekeliling mereka. Jadi tidak hanya dalam bentuk teori saja. Mungkin sebelumnya guru mereka sudah menjelaskan teori pengurangan, sehingga tidak sulit bagiku ketika kuajak mereka untuk melakukan pengurangan dengan menggunakan kerang.
Aku sangat senang mengajar mereka. Selain masih polos dan unyu-unyu, mereka juga siswa yang patuh dan penurut. Meski masih ada siswa yang sulit sekali untuk dikendalikan, seperti Rudi misalnya.menurutku dia merupakan siswa yang paling susah untuk kukendalikan. Aku pun belum menemukan cara yang tepat untuk bisa membuat dia mau belajar, tanpa paksaan. Seringkali dia mengganggu teman-temannya ketika pelajaran sedang berlangsung. Seperti pagi ini, setelah memberikan soal pengurangan pada mereka, kuajak mereka untuk menempelkan potongan kertas bekas pada kertas HVS yang sudah kugambar dengan bunga. Semua murid mengikuti instruksiku, kecuali Rudi. Dia selalu asyik dengan aktifitasnya sendiri. jalan kesana kemari di dalam kelas, teriak-teriak nggak jelas, mengganggu siswi-siswi  yang lain, dan bahkan memukul temannya, itulah yang sering dia lakukan di kelas.
Sudah kucoba berbagai cara untuk bisa menarik perhatian dia agar dia mau menuruti instruksiku, seperti memberikan pujian, memotivasi dia, dan bahkan sampai memberikan punishment, tapi sepertinya semua metode itu tak mempan untuk Rudi. hmmm…aku pun  harus selalu sabar dan kerapkali harus mengelus dada melihat tingkahnya dia. Sebenarnya namanya Adrian, tapi teman-temannya memamnggil dia Rudi.
Di daerah tempatku mengabdi ini, siswa-siswaku punya banyak nama. Antara nama di sekolah dan di rumah berbeda, dan bahkan jauh sekali perbedaan nama mereka. Aku pun kadang sering dibuat bingung dengan perbedaan nama mereka. Tak hanya siswa-siswaku, hal ini juga berlaku untuk masyrakat disini. Mereka memiliki nama panggilan yang bermacam-macam.
Di sekolah aku memang sering masuk di kelas 1 dan kelas 5. Tapi sejak ada guru PNS pindahan dari sekolah lain datang kesekolah, aku pun mulai jarang masuk ke kelas 5, karena sekarang gurunya rajin memantau kelas 5. Dari semua kelas yang ada di sekolahku ini, aku paling suka mengajar di kelas 1. Seperti yang aku katakan sebelumnya, selain unyu-unyu mereka juga patuh. Semua ini tak terlepas dari peran dan bimbingan yang diberikan oleh guru kelas mereka. Dengan sabar dan telaten sang guru membimbing dan mendidik siswa-siswanya.

Pemulung Kecil

Meski Wanci sudah merupakan kota di Kabupaten Wakatobi, tapi sepertinya masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya pendidikan. Banyak dari para orangtua yang lebih mendukung ketika anak2nya pergi mengais rezeki daripada menimba ilmu. Bagi mereka, dengan kegiatan belajar disekolah, itu sudah cukup bagi anak-anak dalam memperoleh pendidikan. Para orangtua disini lebih banyak meminta anak-anaknya untuk berjualan kue-kue. Bagiku hal itu tak jadi masalah. Mendidik anak sejak dini untuk membantu orangtua tentu adalah hal yang mulia. Tapi orangtua juga harus memberikan dorongan dan motivasi pada anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif di luar jam sekolah, seperti mengikuti les tambahan dan mengaji di sore ataupun malam hari.
Bahkan aku juga melihat anak-anak usia sekolah harus mengais-ngais sampah demi mendapatkan gelas ataupun botol plastik. Seperti sore itu. Selepas dari berkunjung ke perpustakaan daerah, aku duduk di tangga sebuah yang ada di pinggir jalan raya, sembari menunggu seorang teman yang akan datang menjemput.
Sekitar jarak 5 meter dari tempat duduk, kulihat 2 orang anak dengan masing-masing membawa karung. Mereka muncul dari sebuah gang pasar dan hendak menyebrang jalan. Setelah berhasil menyebrang, mereka mulai mendekati sebuah bak penampungan sampah yang berada di ujung persimpangan jalan dan mengorek-ngoreknya, berharap mendapat barang-barang plastik.
Aku baru saja menemani murid-muridku untuk membaca di sebuah perpustakaan. Kegiatan ini membuat mereka antusias dan bersemangat untuk menyelami ilmu-ilmu baru yang mungkin saja tak mereka dapatkan di sekolah.
Ah seandainya saja orangtua memahami tugas anak adalah untuk belajar, pastilah tak akan ada pemulung-pemulung kecil seperti mereka.

Kamis, 27 Maret 2014

Pisang Goreng Wakatobi Pembawa Berkah

Ketika pergi berkunjung ke Kaledupa, aku sempat singgah di Taman Nasional Wakatobi. Berawal dari pertemuan tanpa sengaja dengan salah seorang pegawai di pelabuhan Ambeua, Kaledupa, namanya Pak Orba. Waktu itu aku pergi bersama dengan Niken, teman seperjuangan SGI.
Ketika sampai di pelabuhan Ambeua, kami bingung hendak kemana dan menggunakan transportasi apa. Kedatangan kami ke Kaledupa dalam rangka mengikuti kegiatan "ekspedisi kemanusiaan Wakatobi", yang dimotori oleh beberapa organisasi spt SSC,