Pengalaman 1 :
Sepulang sekolah, saya pergi
memeriksakan motor saya di tempat servis motor yang ada di Cakra. Ternyata
kerusakannya parah. Saya pun menunggu beberapa jam lamanya. Saat Mas Montir nya
mau uji coba kembali motor saya yang sudah selesai diservis, ternyata bensin
motor saya habis. Saya pun berjalan kaki mencari penjual bensin eceran. Cukup jauh saya berjalan kearah selatan, tapi
sy gak menemukan penjual bensin. Untunglah saat perjalanan kembali ke tempat
servis tadi, saya melihat diseberang jalan arah ke barat tampak botol-botol
bensin berjejer di sebuah rak kayu. Saya menghampirinya dan mengatakan pada
pedagangnya kalau saya mau membeli bensin tapi saya mau pinjam botolnya. Saya jelaskan padanya kalau motor saya
kehabisan bensin dan sedang berada di tempat servis yang tidak jauh dari lokasi
pedagang bensin tsb. Pedagang yang menggunakan baju rompi orange (juga kerja
sbg tukang parkir) itu rupanya tidak mau
membantu saya. Dia juga malah mengatakan kalau 1 botol itu harganya Rp 10.000
(biasanya harga 1 btl Rp 8000/9000). Pedagang itu ingin mengambil keuntungan
berlebih, mengambil kesempatan dalam kesempitan orang lain. Gak hanya itu, dia
juga meminta uang jaminan dengan alasan nanti saya tidak kembalikan botol nya. Padahal
duit di dompet pas-pasan, belum lagi
untuk bayar biaya servisnya, “kelewat
bener deh bapak ini, saya cuma butuh bensinnya”, ah sempet ngedumel dalam
hati sambil nyodorin duit jaminan. Selepas mengambil motor di tempat
servis, saya pun kembali ke pedagang
tadi untuk mengembalikan botol bensinnya.
Pengalaman 2 :
Suatu hari saya pergi men-copy
materi Matematika di sebuah fotocopyan yang ada di dekat sekolah tempat saya
mengajar. Jumlah yang harus saya bayar yaitu Rp. 10.800. Saya kemudian menyerahkan
uang 15 ribu (kebetulan saya hanya membawa duit segitu, dan itu duit orang).
Tapi karena tak ada kembalian, si Mas pemilik fotocopyan nya menyuruh saya membayar hanya 10
ribu saja. Saya sempat merasa gak enak hati, pasalnya fotocopyan itu pun sering
nampak tak ramai pengunjung. Duit 800 rupiah mungkin nilainya tak seberapa,
tapi dalam bisnis 50 rupiah harus diperhitungkan. Dan bisa jadi laba yang
diperoleh dari usaha fotocopyan itu gak
seberapa, ditambah dengan jumlah pengunjung yang tidak banyak.
Bukan perkara banyak atau
sedikitnya, tapi berkaitan dnegan keikhlasan hati dalam memberi saat berada pada kondisi yang mungkin tidak
dilimpahi banyak materi. Disaat wirausahawan lain melakukan berbagai cara “tidak
baik” agar bisa memperoleh laba yang banyak, Mas yang satu ini malah merelakan
laba yang merupakan bagian dari rezeki yang menjadi haknya.
Mata saya sempat tertuju pada
sebuah tulisan di kertas yang tertempel pada dinding di tempat fotocopyan tadi,
sebuah tulisan yang berada di antara jejeran tulisan lainnya,
“Jika aku yakin rezeki ku (disisi)
Allah tidak akan diambil oleh orang lain, maka tenang lah hatiku karenanya”.
Sebuah tulisan yang mengingatkan
kita bahwa masing-masing diri kita sudah Allah siapkan rezekinya. Tinggal
bagaimana menjemput rezeki tsb dengan cara yang baik dan terpuji. Berbagi tak
akan pernah mengurangi jatah rezeki kita.
Semoga Mas pemilik fotocopyan tsb
dilimpahkan rezeki yang barokah, dilancarkan usahanya, dan mendapatkan
pelanggan2 yang loyal. Aamiin