|
at Kapal ferry-Menyebrang dari Pelabuhan Bau-Bau ke Pelabuhan Wamengkoli |
Selasa, 17 Juni 2014
Ah..saya benar-benar dilanda
galau. Bingung. Antara jadi pergi atau tidak ke Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Ditambah lagi 2
orang teman saya yang ditugaskan di Kabupaten Wakatobi tidak jadi ikut, itu
artinya saya sendiri yang pergi. Tapi, saya pun memberanikan diri untuk pergi sendiri.
Itung-itung nambah pengalaman. “Tak masalah, tanpa mereka saya pasti bisa”,
saya membatin.
Tapi, ternyata kepsek saya juga
mau pergi menyebrang ke Bau-Bau, di Pulau Buton. Dan saya pun pergi menyebrang
dengan beliau. Ah..awalnya kan pengen sendiri. Tapi kepseknya ngajakin buat
bareng .
Selasa malam sudah mulai menyebrang
dari pelabuhan Wanci (Wakatobi) ke pelabuhan Murhum (Bau-Bau) ditempuh selama
sekitar 8 jam dengan kapal kayu. Bulan-bulan ini ombak sedang gede-gedenya,
angin pun berhembus dengan kencangnya, kalau di Wakatobi disebut dengan badai
angin timur. Goyangan kapal yang saya tumpangi luar biasa kerasnya, serasa
seperti diayun. Kalau goyangananya sih gak masalah, tapi pusingnya yang gak nahan. Karena perjalanan malam, biasanya
tidur di kapal, menghindari mabuk laut. Tapi, karena goyangannya yang besar,
saya pun agak kesulitan untuk memejamkan mata. Susah sekali rasanya untuk
tertidur pulas. Setelah beberapa menit bergulat dengan rasa yang tak karuan,
akhirnya saya pun tertidur.
Sebelum jam 5 pagi, saya sudah
terbangun, hendak ke kamar mandi yang ada di lantai dasar kapal. Tapi, saya
mulai oleng, gak kuat rasanya, lalu saya kembali lagi menuju tempat semula. Tidur
kembali.
Sekitar jam 7 pagi, kapal
mendarat di pelabuhan Murhum. Untunglah dikapal ketemu dengan salah satu rekan
guru, dia menawarkan saya dan pak kepsek tumpangan gratis di mobilnya menuju rumah saudara induk semang
saya. Disana hanya sebentar saja, lalu team leader SGI 5 yang biasa kami panggil Bang Ki datang
menjemput sekalian pergi ke tempat rental mobil.
Rabu, 18 Juni 2014
Di rumah saudara induk semang ini,
saya disambut dengan secangkir teh hangat, dan juga ketemu dengan bapak semang yang
sudah terlebih dahulu menyebrang, karena ada acara keluarga. Sempat juga minum
jamu 2 gelas, kebetulan ada pedagang jamu yang lewat. Aaahh..sudah lama gak
pernah minum jamu lagi.
Setelah istirahat sebentar di
rumah saudara induk semang, aku dan Bang Ki pun bergegas menuju tempat rental
mobil. Siangnya kami sudah meluncur ke Pelabuhan, menunggu kedatangan anak-anak
SGI 6 yang menyebrang dari Kabupaten Bombana. Sekitar jam 1 siang, mereka sudah tiba di
pelabuhan Bau-Bau. Dari pelabuhan ini kami mampir di sebuah rumah makan yang
jaraknya gak terlalu jauh dari pelabuhan. Saya memesan sop Konro (Kalo di
Lombok disebut sop Bebalung). Tapi rasanya tak senikmat dan seenak bikinan ibu
di rumah. Saya pun tak menghabiskan sop konronya, nasinya pun hanya beberapa
sendok saja saya kunyah. Di Bau-Bau ini akan banyak dijumpai anjal (anak
jalanan), baik yang mengemis ataupun yang berjualan. Kalau untuk anak yang
mengemis, saya tidak pernah mau ngasi duit, nanti mereka jadi terbiasa meminta-minta.
Tapi kalo untuk yg jualan, saya pasti beli. Setelah dari sana, kami langsung ke
Lipu, singgah di rumah rekan guru untuk nitip barang dan istirahat sejenak.
Sore harinya pergi berkunjung ke Benteng
Keraton Bau-Bau, yang merupakan benteng terluas dan terbesar di dunia. Ini kali
kedua saya mengunjungi tempat ini. Setelah puas berfoto, perjalanan dilanjutkan ke
Pasarwajo. Melewati jalanan berkelok-kelok, mirip seperti perjalanan ke Pusuk,
Lombok Utara. Dan ini pun kali kedua juga saya ke Kota Pasarwajo ini. Jaraknya sangat
jauh dari Kota Bau-Bau. Berpuluh-puluh kilometer. Sebelumnya aku dan Bang Ki berembug, gimana bagusnya, apakah
pergi hari ini atau besok pagi ke Kota Pasarwajonya. Dan kesepatan pun didapat.
Takut kalo paginya keburu waktu, perjalanan ke Pasarwajo pun langsung hari itu
juga. Disamping itu juga supaya perjalanan bisa lebih santai, karena waktu ke
Pasarwajo sebelumnya, Bang Ki ngebut banget bawa mobilnya, saya pun sampe
muntah 3 kali. Berkali-kali minta berhenti dijalan, karena gak kuat dengan
mabuk nya. Di pasarwajo, kami tiba malam hari.
Anak-anak SGI 6 penempatan
Sulawesi Tenggara berjumlah 5 orang. Tapi mereka terpisah di 2 Kabupaten yang
bersebrangan, terpisah laut. 3 orang di Kabupaten Bombana, dan 2 orang di
Kabupaten Buton. Nah 2 orang inilah yang kami antar menuju daerah penugasan
mereka. Direktur SGI pun ikut dalam perjalanan ini, sebagai perwakilan dari
pengelola yang mengantar anak-anak SGI. Dan ini pertama kalinya Pak Direktur
menginjakan kaki di Sulawesi Tenggara. Sebab itulah dari pihak SGI, meminta
bantuan SGI 5 sebagai tour guidenya. Saya
juga sebenarnya belum hapal jalan-jalan yang ada di Pulau Buton ini, tapi
untunglah ada Bang Ki, team leader SGI yang multitalented, sangat bisa
diandalkan. Heee…. Jadi di mobil ini kami ber 5 orang. Sebelum sampai ke tempat
penginapan, kami mampir ke Rumah Makan untuk makan malam. Tapi, saya tidak
terlalu lapar, karena masih kenyang dengan sop konro tadi siang. Saya pun hanya
memesan jus apel dan cap-cay goreng
tanpa nasi.
Sekitar pukul 9 malam lewat, kami sudah sampai di
rumah penginapan, di rumah seorang rekan juga, kami memanggilnya Ibu haji. Beristirahat
sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.
Kamis, 19 juni 2014
Malam berganti pagi, setelah
bersiap-siap dan sarapan, kami langsung meluncur ke Kantor Diknas dan Kemenag
untuk serah terima Guru SGI. Karena di Diknas kami gak ketemu dengan Kadisnya,
kami pun langsung ke Kemenag. Ini pertama kalinya ke Kemenag, tempatnya berada
di dataran tinggi Pasarwajo. Jadi ketika berada dikantor ini, serasa berada di
villa. Seluas mata memandang melihat perbukitan hijau. Lahan ini memang masih belum
banyak bangunannya, makanya ditempatkan banyak bangunan kantor baru di kawasan
ini. Di Kemenag inipun kami gak bisa ketemu dengan Kakanmenag nya, karena
beliau sedang berada di Kota Bau-Bau, di Kantor kemenag yang lama. Kami kembali
lagi ke Kantor Diknas. Disini lagi-lagi kami belum bisa ketemu dengan Kadisnya.
Staf disana meminta kami untuk menghadap ke Pak Usman, selaku Kabid Dikdas (Kepala
Bidang Pendidikan Dasar), tapi Pak Usman pun lagi sibuk rapat kantor Bupati
Buton. Kami pun menyerahkan surat serah terima nya melalui staf yang ada. Sebelumnya kami juga berkunjung ke Polres
untuk melapor. Tapi kata polisi yang bertugas, kami diminta untuk mengurus di
Polres yang ada di Bau-Bau. Untuk wilayah administratif memang mengurusnya di
Polres Pasarwajo, tapi untuk wilayah hukum mengurusnya harus ke Polres Bau-Bau.
Dari Pasarwajo ini perjalanan
dilanjutkan kembali ke Bau-Bau, untuk ketemu dengan Pak Muhtar, selaku
Kakanmenag dan juga berkunjung ke Polres Bau-Bau. Sesampainya di Kemenag, kami
disambut hangat oleh Kakanmenag nya. Beliau juga mengajak kami makan siang
bersama. Usai dari sana, kami singgah di sebuah masjid untuk menunaikan shalat
dzhur. Setelah shalat kami langsung menuju ke Polres. Nah disini kami mulai
berkelililng cari alamat Polres nya. Nanya berkali-kali. Dan setelah muter2
akhirnya sampai juga di Polres. Disana hanya sebentar saja.
Perjalanan kembali dilanjutkan,
kali ini mengantar anak-anak SGI ke tempat penugasannya yang berada di pulau
seberang, jadi mesti menyebrang dulu dengan kapal ferry. Sebelumnya pergi ke
Lipu dulu untuk mengambil barang yang dititip. Penyebrangan kapal ferry sekitar
pukul 16.30 wita. Masih ada waktu satu jam. Dan kami manfaatkan untuk singgah
sebentar di taman kota Bau-Bau sembari minum es teller.
Pukul 16.00 kami sudah bersiap ke
pelabuhan Murhum, tapi melalui gerbang disebelah kanan, gerbang untuk kapal
ferry. Penyebrangan sekitar 20 menit. Ongkos hanya 8 ribu perorang, sedangkan
untuk mobilnya 110 ribu. Setelah menempuh perjalanan laut, sampailah di daratan
Muna, tempat penugasan anak-anak SGI 6. Tapi, perjalanan belum selesai. Kami harus
melewati jalanan yang penuh dnegan debu dan lubang ada dimana-mana. Benar-benar
kawasan 3T. debunya pun sangat tebal, saking tebalnya, dau-daunan yang ada dipinggir
jalan warnanya sudah berubah kecoklatan tertutup debu.
Perjalanan ini memakan waktu
sekitar 2 jam, tapi ini baru satu daerah penugasan. Tempatnya ada di Kecamatan
Lakudo. Disini kami hanya sebentar saja, serah terima dengan kepsek Madrasahnya. Lalu perjalanan kembali
berlanjut menuju kecamatan Gu, jaraknya sekitar 7 kilo dari tempat pertama. Ini pun baru sampai di rumah dinas lama
Kepsek. Singgah sebentar untuk serah terima juga. Supaya tidak kemalaman sampai
daerah tujuan, kami bergegas malam itu menuju desa Rahia, sekitar 6 kilo lagi. Jalanan
disini sangat sepi dan gelap. Hanya mobil kami saja yang lewat. Di kanan kiri
jalan kami hanya melihat semak belukar. Jarak kampung satu dengan yang lainnya
pun lumayan jauh.
Sekitar pukul 9 malam, kami tiba
di tujuan akhir. Alhamdulillah sampai juga. Karena capeknya, kami pun langsung
tepar. Tak sempat mandi dang anti baju. Daki di badan mungkin udah setebal 3
cm. hahahaa….
Jum’at, 20 juni 2014
Pagi-pagi saya sudah mandi. Setelah sarapan
dengan menu alakadar, pukul 5.30 kami sudah harus berangkat menuju pelabuhan Wamengkoli karena
direktur kami mengejar kapal cepat yang akan menuju ke Kendari. Sekitar setengah
jam, kami sudah tiba di pelabuhan, mengantar direktur terlebih dahulu
menyebrang. Sedangkan saya dan bang Ki menyebrang di kapal yang selanjutnya
pada pukul 8.30. 20 menit penyebrangan dilalui. Kami kembali lagi ke Lipu,
mengambil barang yang tertinggal. Pukul 11 pagi, sudah berangkat lagi,
mengantar mobil rental. Saya dan Bang Ki berpisah di depan Universitas
Muhammadiyah Buton (UMB). Bang Ki pergi ke tempat rental, setelah itu baru
berangkat balik lagi ke Muna. Sedangkan saya, rencananya malam ini mau balik ke
Wakatobi, tapi karena kondisi badan masih belum memungkinkan, jadi nyebrangnya
ditunda. Un tunglah ada teman yang tinggal dekat dari Kampus UMB. Menginap semalam
dulu disini. Rencana nya juga mau balik ke Wakatobi pakai Kapal Cantika, supaya
lebih cepat sampai, tapi memang sedikit lebih mahal. No Problemo. Pengen menikmati
suasana rame Kota Bau-Bau dulu sebelum terasing kembali di daratan Wakatobi. Hee….
Di sekolah juga sudah akan mulai libur.
Aahh…rasanya hidung saya mulai
meler, tenggorokan juga mulai kering karena melewati jalanan berdebu. 3 hari 3 malam menjelajah pedalaman
Buton. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Dan alhamdulillah saya pun gak
sampai muntah-muntah dalam perjalanan panjang ini. Hanya sedikit pusing saja. Padahal
dulu ketika pergi ke Tangerang dari Bogor yang hanya menempuh waktu satu jam,
saya sudah muntah-muntah.
Bisa karena biasa. Karena alasan
muntah-muntah dan sering pusing itulah yang memacu dan memicu saya untuk bisa
menaklukkannya. Hahaaa… :) :) n I can do it. It
was amazing experience.