Malam itu perutku terasa begitu
keroncongan. Setelah selesai mengajar anak-anak mengaji, aku langsung
istirahat. Awalnya hendak langsung makan, tapi karena masih ada tamu yang
sedang mengobrol dengan keluargaku diruang makan, aku urungkan niat untuk makan
terlebih dulu. Jam menunjukkan pukul 21.15. Rupanya perut sudah tak bisa diajak
kompromi. Setelah tamu pulang aku
pun menuju dapur. Tapi nasi hanya
sedikit. Bapak angkatku pun belum makan malam.
Salah seorang temanku mengajakku
mencari kasoami (makanan khas yang terbuat dari ubi, biasa dijadikan sebagai
pengganti nasi). Hampir semua lapak penjual kasoami dipinggir jalan sudah
tutup. Jalanan pun tampak sepi. Setelah berjalan sekitar 15 meter, kami
mendapati lapak yang masih buka.
“Beli”, kataku memanggil penjualnya
dari luar. Kalau di lapak ini memang tidak dijaga setiap waktu, jualan dilepas
di atas teras tinggi yang ada di depan rumah.
Tampak seorang wanita berjilbab
keluar dan menghampiri kami yang berdiri disamping lapak.
“Beli apa”, tanyanya. Di lapak itu
juga tak hanya menjual kasoami, tapi juga makanan lainnya seperti roti goreng,
roti panggang dan pisang molen.
“Beli kasoaminya, Bu”, jawabku
singkat.
“Tunggu sebentar, saya ambilkan
kantong dulu”, dia lalu kembali masuk kedalam rumah, mengambil kantong plastik.
Beberapa menit kemudian ibu itu
keluar dan memasukkan kasoami ke dalam kantong plastik yang sudah diambilnya.
“Eh Ibuguru padahal”, katanya sambil
menyodorkan plastik berisi kasoami itu, menyadari bahwa yang membeli kasoaminya
adalah aku.
Karena cahaya lampu yang tak terlalu
terang, aku pun juga baru menyadari kalau Ibu itu adalah orang tua dari salah
satu muridku.
“Ibuguru tidak ambil bubur?”, tanyanya
menawariku bubur kacang hijau yang ada di dalam sebuah wadah tertutup, sebuah
wadah yang biasa dijadikan tempat menyimpan nasi oleh pedagang nasi agar
nasinya tetap hangat. Wadah itu masih diletakkan
di depan pintu masuk, dekat dengan lapak tadi.
“Lain kali saja Bu”, kataku.
“Sekarang saja Buguru. Ini saya baru
pulang dari pasar”, katanya sambil membuka tutup wadah bubur kacang hijaunya.
Tanpa menunggu kata dariku, dia lalu kembali
masuk kedalam rumah, hendak mencari wadah untuk tempat bubur yang akan
diberikan padaku.
Di tempatku bertugas saat ini, di
Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi terdapat 3 pasar utama, yaitu pasar
sentra, pasar pagi dan pasar malam, belum lagi dengan lapak-lapak yang dibuka
disepanjang jalan. Rupanya ibu tadi baru saja pulang dari pasar malam, menjual
dagangannya, motornya pun masih terparkir dipinggir jalan. Buru-buru dia
menuangkan bubur kacang hijau kedalam mangkuk plastik besar, mungkin takut
nanti kalau aku menolak tawarannya lagi. Semangkuk bubur kacang hijau yang
mungkin bisa disantap untuk 6 orang.
“Ini Buguru, dibawa saja dulu sama
wadahnya”, katanya sambil menyodorkan mangkuk besar itu.
Setelah mengucap terimakasih, kami
langsung pulang dengan membawa kasoami dan bubur kacang hijau. Ini bukan
pertama kalinya aku mendapatkan kebaikan dari Ibu tadi. Jika aku membeli pisang
molennya, dia pun akan memberikan tambahan untukku. Dia juga seringkali menawariku dagangan yang
sedang digorengnya jika aku berjalan-jalan disore hari.
Keberkahan yang aku dapatkan tidak
hanya itu saja dan tidak hanya dari satu walimurid. Aku juga pernah diberikan
kangkung oleh walimurid yang rumahnya berdekatan dengan sekolah. Aku pun
seringkali ditawarkan, “Buguru, kalau mau masak kangkung, ambil saja disini”. Ditempatku
ini sayur mayur merupakan barang mahal. Satu ikat kecil kangkung dihargai 5000
rupiah, kalau di Lombok mungkin hanya 2000 rupiah. Aku juga pernah ditawari Ikan oleh mamanya
Rudi, murid baruku yang baru saja masuk
sekolah setelah 1 tahun lebih tak pernah
sekolah lagi disekolahnya yang dahulu. Salah seorang walimurid juga menyuruhku
untuk memilih sepatu mana saja yang aku mau, karena dia merupakan salah satu
penjual sepatu terlaris dan terkenal di Pulau Wangi-Wangi ini.
Tak hanya dari walimurid, dari
orang-orang sekitarku pun aku kerap mendapatkan kebaikan dari mereka. Waktu itu
aku hendak membeli pisang molen, salah seorang bapak yang biasa berkunjung
kerumah tinggalku kebetulan lewat, lalu kupanggil, hendak menawarkan pisang
molen padanya, tapi malah dia yang
membayarkan pisang molen itu untukku, padahal niatnya aku yang akan membelikan
untukknya.
Saat aku mengirim laporan
bulanan,netbook ku tiba-tiba saja rusak, tak bisa mendeteksi sinyal wifi. Aku
hampir saja tak bisa mengirim laporan padahal sudah deadline. Untunglah ada orang baik yang meminjamkanku laptopnya
untuk kugunakan sehingga akupun bisa mengirim laporan.
Di bulan yang berbeda juga, masih
pada saat hendak mengirim laporan, netbook ku lowbat, aku lupa menchargenya.
Mau balik kerumah, jarak tempat hotspotnya
cukup jauh dari rumah. Di tempat hotspot itu juga tak ada colokan listrik,
karena area hotspot itu merupakan fasilitas publik sebuah taman kota yang
lokasinya berada di kawasan yang sepi penduduk.
Di dekat area hotspot itu ada sebuah rumah kos-kosan yang juga masih jarang penghuni. Alhamdulillah di rumah kos itu ada
orang yang berbaik hati memberikanku tumpangan listrik untuk mencharge
netbookku. Akupun bisa mengirim laporan bulanan. Dan masih banyak lagi
kebaikan-kebaikan lainnya yang kudapatkan. Semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan
orang-orang baik yang telah berbuat baik padaku. Aamiin allhumma aamiin.
********************************************
Profesi menjadi guru memang tidak
menjanjikan kemewahan. Dari segi materi tentulah masih sangat jauh dari kata layak
jika dibandingkan dengan profesi lainnya, sehingga banyak guru yang juga
bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Tapi, ada satu hal yang
mungkin tak disadari, bahwa banyak keberkahan hidup yang kita dapatkan menjadi
seorang guru. Banyak orang-orang sukses yang terinspirasi oleh motivasi yang
diberikan gurunya. Dan bagi mereka, sosok guru memiliki peran yang sangat
berpengaruh dalam hidup mereka. Tak hanya bagi anak didik, pun juga bagi
orangtua anak didik kita. Meski kita sudah tidak mengajar anaknya lagi, karena
anaknya sudah lulus dari sekolah tempat kita mengajar, mereka akan selalu
mengingat, “Oh itu gurunya anak saya”. Mereka akan selalu mengenang kita dengan
satu kata,--- “GURU”---, meski mungkin nanti kita sudah tidak ada di dunia ini.
Semoga kita bisa selalu menjadi guru
yang disayang, dicinta dan disenangi oleh masyarakat dimanapun kita berada. Menjadi
seorang guru yang menginspirasi. Aamiin…
#Berkah_Jadi_GURU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar