Jumat, 20 Juni 2014

3 Hari 3 Malam Menjelajah Pedalaman Buton

at Kapal ferry-Menyebrang dari Pelabuhan Bau-Bau ke Pelabuhan Wamengkoli

Selasa, 17 Juni 2014
Ah..saya benar-benar dilanda galau. Bingung. Antara jadi pergi atau tidak ke Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Ditambah lagi 2 orang teman saya yang ditugaskan di Kabupaten Wakatobi tidak jadi ikut, itu artinya saya sendiri yang pergi. Tapi, saya pun memberanikan diri untuk pergi sendiri. Itung-itung nambah pengalaman. “Tak masalah, tanpa mereka saya pasti bisa”, saya membatin. 

Tapi, ternyata kepsek saya juga mau pergi menyebrang ke Bau-Bau, di Pulau Buton. Dan saya pun pergi menyebrang dengan beliau. Ah..awalnya kan pengen sendiri. Tapi kepseknya ngajakin buat bareng .
Selasa malam sudah mulai menyebrang dari pelabuhan Wanci (Wakatobi) ke pelabuhan Murhum (Bau-Bau) ditempuh selama sekitar 8 jam dengan kapal kayu. Bulan-bulan ini ombak sedang gede-gedenya, angin pun berhembus dengan kencangnya, kalau di Wakatobi disebut dengan badai angin timur. Goyangan kapal yang saya tumpangi luar biasa kerasnya, serasa seperti diayun. Kalau goyangananya sih gak masalah, tapi pusingnya yang  gak nahan. Karena perjalanan malam, biasanya tidur di kapal, menghindari mabuk laut. Tapi, karena goyangannya yang besar, saya pun agak kesulitan untuk memejamkan mata. Susah sekali rasanya untuk tertidur pulas. Setelah beberapa menit bergulat dengan rasa yang tak karuan, akhirnya saya pun tertidur. 

Sebelum jam 5 pagi, saya sudah terbangun, hendak ke kamar mandi yang ada di lantai dasar kapal. Tapi, saya mulai oleng, gak kuat rasanya, lalu saya kembali lagi menuju tempat semula. Tidur kembali.
Sekitar jam 7 pagi, kapal mendarat di pelabuhan Murhum. Untunglah dikapal ketemu dengan salah satu rekan guru, dia menawarkan saya dan pak kepsek tumpangan gratis  di mobilnya menuju rumah saudara induk semang saya. Disana hanya sebentar saja, lalu team leader  SGI 5 yang biasa kami panggil Bang Ki datang menjemput sekalian pergi ke tempat rental mobil.

Rabu, 18 Juni 2014
Di rumah saudara induk semang ini, saya disambut dengan secangkir teh hangat, dan juga ketemu dengan bapak semang yang sudah terlebih dahulu menyebrang, karena ada acara keluarga. Sempat juga minum jamu 2 gelas, kebetulan ada pedagang jamu yang lewat. Aaahh..sudah lama gak pernah minum jamu lagi.
Setelah istirahat sebentar di rumah saudara induk semang, aku dan Bang Ki pun bergegas menuju tempat rental mobil. Siangnya kami sudah meluncur ke Pelabuhan, menunggu kedatangan anak-anak SGI 6 yang menyebrang dari Kabupaten Bombana.  Sekitar jam 1 siang, mereka sudah tiba di pelabuhan Bau-Bau. Dari pelabuhan ini kami mampir di sebuah rumah makan yang jaraknya gak terlalu jauh dari pelabuhan. Saya memesan sop Konro (Kalo di Lombok disebut sop Bebalung). Tapi rasanya tak senikmat dan seenak bikinan ibu di rumah. Saya pun tak menghabiskan sop konronya, nasinya pun hanya beberapa sendok saja saya kunyah. Di Bau-Bau ini akan banyak dijumpai anjal (anak jalanan), baik yang mengemis ataupun yang berjualan. Kalau untuk anak yang mengemis, saya tidak pernah mau ngasi duit, nanti mereka jadi terbiasa meminta-minta. Tapi kalo untuk yg jualan, saya pasti beli. Setelah dari sana, kami langsung ke Lipu, singgah di rumah rekan guru untuk nitip barang dan istirahat sejenak. 

Sore harinya pergi berkunjung ke Benteng Keraton Bau-Bau, yang merupakan benteng terluas dan terbesar di dunia. Ini kali kedua saya mengunjungi tempat ini. Setelah  puas berfoto, perjalanan dilanjutkan ke Pasarwajo. Melewati jalanan berkelok-kelok, mirip seperti perjalanan ke Pusuk, Lombok Utara. Dan ini pun kali kedua juga saya ke Kota Pasarwajo ini. Jaraknya sangat jauh dari Kota Bau-Bau. Berpuluh-puluh kilometer. Sebelumnya aku dan  Bang Ki berembug, gimana bagusnya, apakah pergi hari ini atau besok pagi ke Kota Pasarwajonya. Dan kesepatan pun didapat. Takut kalo paginya keburu waktu, perjalanan ke Pasarwajo pun langsung hari itu juga. Disamping itu juga supaya perjalanan bisa lebih santai, karena waktu ke Pasarwajo sebelumnya, Bang Ki ngebut banget bawa mobilnya, saya pun sampe muntah 3 kali. Berkali-kali minta berhenti dijalan, karena gak kuat dengan mabuk nya. Di pasarwajo, kami tiba malam hari.
Anak-anak SGI 6 penempatan Sulawesi Tenggara berjumlah 5 orang. Tapi mereka terpisah di 2 Kabupaten yang bersebrangan, terpisah laut. 3 orang di Kabupaten Bombana, dan 2 orang di Kabupaten Buton. Nah 2 orang inilah yang kami antar menuju daerah penugasan mereka. Direktur SGI pun ikut dalam perjalanan ini, sebagai perwakilan dari pengelola yang mengantar anak-anak SGI. Dan ini pertama kalinya Pak Direktur menginjakan kaki di Sulawesi Tenggara. Sebab itulah dari pihak SGI, meminta bantuan SGI 5 sebagai tour guidenya. Saya juga sebenarnya belum hapal jalan-jalan yang ada di Pulau Buton ini, tapi untunglah ada Bang Ki, team leader SGI yang multitalented, sangat bisa diandalkan. Heee…. Jadi di mobil ini kami ber 5 orang. Sebelum sampai ke tempat penginapan, kami mampir ke Rumah Makan untuk makan malam. Tapi, saya tidak terlalu lapar, karena masih kenyang dengan sop konro tadi siang. Saya pun hanya memesan jus apel dan  cap-cay goreng tanpa nasi. 

Sekitar  pukul 9 malam lewat, kami sudah sampai di rumah penginapan, di rumah seorang rekan juga, kami memanggilnya Ibu haji. Beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan. 


Kamis, 19 juni 2014
Malam berganti pagi, setelah bersiap-siap dan sarapan, kami langsung meluncur ke Kantor Diknas dan Kemenag untuk serah terima Guru SGI. Karena di Diknas kami gak ketemu dengan Kadisnya, kami pun langsung ke Kemenag. Ini pertama kalinya ke Kemenag, tempatnya berada di dataran tinggi Pasarwajo. Jadi ketika berada dikantor ini, serasa berada di villa. Seluas mata memandang melihat perbukitan hijau. Lahan ini memang masih belum banyak bangunannya, makanya ditempatkan banyak bangunan kantor baru di kawasan ini. Di Kemenag inipun kami gak bisa ketemu dengan Kakanmenag nya, karena beliau sedang berada di Kota Bau-Bau, di Kantor kemenag yang lama. Kami kembali lagi ke Kantor Diknas. Disini lagi-lagi kami belum bisa ketemu dengan Kadisnya. Staf disana meminta kami untuk menghadap ke Pak Usman, selaku Kabid Dikdas (Kepala Bidang Pendidikan Dasar), tapi Pak Usman pun lagi sibuk rapat kantor Bupati Buton. Kami pun menyerahkan surat serah terima nya melalui staf yang ada.  Sebelumnya kami juga berkunjung ke Polres untuk melapor. Tapi kata polisi yang bertugas, kami diminta untuk mengurus di Polres yang ada di Bau-Bau. Untuk wilayah administratif memang mengurusnya di Polres Pasarwajo, tapi untuk wilayah hukum mengurusnya harus ke Polres Bau-Bau. 

Dari Pasarwajo ini perjalanan dilanjutkan kembali ke Bau-Bau, untuk ketemu dengan Pak Muhtar, selaku Kakanmenag dan juga berkunjung ke Polres Bau-Bau. Sesampainya di Kemenag, kami disambut hangat oleh Kakanmenag nya. Beliau juga mengajak kami makan siang bersama. Usai dari sana, kami singgah di sebuah masjid untuk menunaikan shalat dzhur. Setelah shalat kami langsung menuju ke Polres. Nah disini kami mulai berkelililng cari alamat Polres nya. Nanya berkali-kali. Dan setelah muter2 akhirnya sampai juga di Polres. Disana hanya sebentar saja. 

Perjalanan kembali dilanjutkan, kali ini mengantar anak-anak SGI ke tempat penugasannya yang berada di pulau seberang, jadi mesti menyebrang dulu dengan kapal ferry. Sebelumnya pergi ke Lipu dulu untuk mengambil barang yang dititip. Penyebrangan kapal ferry sekitar pukul 16.30 wita. Masih ada waktu satu jam. Dan kami manfaatkan untuk singgah sebentar di taman kota Bau-Bau sembari minum es teller.
Pukul 16.00 kami sudah bersiap ke pelabuhan Murhum, tapi melalui gerbang disebelah kanan, gerbang untuk kapal ferry. Penyebrangan sekitar 20 menit. Ongkos hanya 8 ribu perorang, sedangkan untuk mobilnya 110 ribu. Setelah menempuh perjalanan laut, sampailah di daratan Muna, tempat penugasan anak-anak SGI 6. Tapi, perjalanan belum selesai. Kami harus melewati jalanan yang penuh dnegan debu dan lubang ada dimana-mana. Benar-benar kawasan 3T. debunya pun sangat tebal, saking tebalnya, dau-daunan yang ada dipinggir jalan warnanya sudah berubah kecoklatan tertutup debu. 

Perjalanan ini memakan waktu sekitar 2 jam, tapi ini baru satu daerah penugasan. Tempatnya ada di Kecamatan Lakudo. Disini kami hanya sebentar saja, serah terima dengan  kepsek Madrasahnya. Lalu perjalanan kembali berlanjut menuju kecamatan Gu, jaraknya sekitar 7 kilo dari tempat pertama.  Ini pun baru sampai di rumah dinas lama Kepsek. Singgah sebentar untuk serah terima juga. Supaya tidak kemalaman sampai daerah tujuan, kami bergegas malam itu menuju desa Rahia, sekitar 6 kilo lagi. Jalanan disini sangat sepi dan gelap. Hanya mobil kami saja yang lewat. Di kanan kiri jalan kami hanya melihat semak belukar. Jarak kampung satu dengan yang lainnya pun lumayan jauh.
Sekitar pukul 9 malam, kami tiba di tujuan akhir. Alhamdulillah sampai juga. Karena capeknya, kami pun langsung tepar. Tak sempat mandi dang anti baju. Daki di badan mungkin udah setebal 3 cm. hahahaa…. 

Jum’at, 20 juni 2014
 Pagi-pagi saya sudah mandi. Setelah sarapan dengan menu alakadar, pukul 5.30 kami sudah  harus berangkat menuju pelabuhan Wamengkoli karena direktur kami mengejar kapal cepat yang akan menuju ke Kendari. Sekitar setengah jam, kami sudah tiba di pelabuhan, mengantar direktur terlebih dahulu menyebrang. Sedangkan saya dan bang Ki menyebrang di kapal yang selanjutnya pada pukul 8.30. 20 menit penyebrangan dilalui. Kami kembali lagi ke Lipu, mengambil barang yang tertinggal. Pukul 11 pagi, sudah berangkat lagi, mengantar mobil rental. Saya dan Bang Ki berpisah di depan Universitas Muhammadiyah Buton (UMB). Bang Ki pergi ke tempat rental, setelah itu baru berangkat balik lagi ke Muna. Sedangkan saya, rencananya malam ini mau balik ke Wakatobi, tapi karena kondisi badan masih belum memungkinkan, jadi nyebrangnya ditunda. Un tunglah ada teman yang tinggal dekat dari Kampus UMB. Menginap semalam dulu disini. Rencana nya juga mau balik ke Wakatobi pakai Kapal Cantika, supaya lebih cepat sampai, tapi memang sedikit lebih mahal. No Problemo. Pengen menikmati suasana rame Kota Bau-Bau dulu sebelum terasing kembali di daratan Wakatobi. Hee…. Di sekolah juga sudah akan mulai libur. 

Aahh…rasanya hidung saya mulai meler, tenggorokan juga mulai kering karena melewati jalanan berdebu.  3 hari 3 malam menjelajah pedalaman Buton. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Dan alhamdulillah saya pun gak sampai muntah-muntah dalam perjalanan panjang ini. Hanya sedikit pusing saja. Padahal dulu ketika pergi ke Tangerang dari Bogor yang hanya menempuh waktu satu jam, saya sudah muntah-muntah.
Bisa karena biasa. Karena alasan muntah-muntah dan sering pusing itulah yang memacu dan memicu saya untuk bisa menaklukkannya. Hahaaa… :) :)  n I can do it.  It was amazing experience.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar