Selasa, 03 Juni 2014

Aku Pun Masih Belajar



Sekitar  jam 10 pagi,  ketika aku sedang menemani anak-anak kelas 2 belajar berhitung di ruang guru, salah seorang guru honorer menghampiriku. Sesosok wanita muda yang umurnya hampir sama denganku. Terlihat ada guratan kesedihan di wajahnya. Dia sempat memanggilku dengan sedikit merajuk, layaknya anak kecil yang meminta mainan pada ibunya, tapi panggilannya belum sempat kurespon  karena aku masih sibuk mendampingi anak-anak. Dia kembali memanggilku dengan suara yang lebih tinggi.

“Mba Alaaaaaaaaaaaaaaannnn”

“Iya”, buru-buru kujawab, takut jika nanti dia marah atau kecewa. 

“Mba, gimana ini, saya ajak anak-anak kelas 5 itu untuk buat kreasi, iihhhh tapi susahnya mereka diatur. Mau-mau nya mereka sendiri. Apalagi yang cowok-cowoknya mba, banyak yang tidak mau”, dia mulai mengeluarkan keluh kesahnya. 

Ini bukan kali pertama dia meminta pendapatku bagaimana agar anak-anak mau mendengar apa yang diperintahkannya. Aku menghela napas. Mencoba mencari jawaban yang pas dan tepat.

“Coba mulai dari yang mereka sukai. Saya lihat mereka suka menggambar. Coba mba minta mereka menggambar. Kalau mereka sudah suka dengan kita, apapun yang kita instruksikan pasti mereka mau ikuti”, kataku mencoba memberikan masukan.

“Gitu ya mba. Oke deh mba. Nanti saya coba. Terimakasih ya mba”. 

Dia pun berlalu  menuju kelas 5. 

Setelah selesai membimbing anak-anak kelas 2 belajar berhitung, aku pun singgah ke kelas 5. Kulihat kelas mereka begitu tenang. Rupanya siswa-siswa sedang sibuk membuat gambar objek yang mereka sukai, dan yang menjadi favorit mereka adalah menggambar kapal. Hampir semua menggambar kapal.   Sedangkan untuk siswi-siswinya, mereka begitu asyik dengan atribut-atribut tariannya. 

Guru tersebut mengikuti apa yang kusarankan. Setelah selesai mengajar, dia kembali menghampiriku.

“Mba Alan, saya harus banyak-banyak bertanya nih sama mba”.

Sepertinya dia ingin lebih banyak lagi berdiskusi denganku. Dia pun bertanya kapan aku akan balik ke Bogor.

“Bulan berapa Mba balik ke Bogor?”, kini dia mulai melirik kalender yang tertempel di tembok ruang guru itu.

“Bulan 11, November”, kataku.

“Iiii padahal tinggal sebentar lagi di”.

Aku hanya mengangguk tersenyum.
Begitu pun halnya dengan guru-guru yang lainnya. Mereka banyak berdiskusi denganku. Meminta saran bagaimana agar anak-anak mau aktif belajar. Yang paling sering adalah guru perwalian kelas 1. Umur kami pun hampir sama, sehingga tidak sungkan bagi kami untuk saling bertukar pikiran. Dia sering meminta pendapatku saat anak-anak didiknya tak mau mendengarkan, tak mau belajar, ketika ada siswanya yang bolos, dan mulai tidak patuh.

“Mba, gimana ini si Irfan mulai sering bolos”, suatu hari dia bertanya padaku.

Aku coba berfikir sejenak.

“Oh coba besok saya kasitau Irfan ya”, aku hanya menjawab singkat.

Esoknya aku menghampiri Irfan dan bertanya perihal kenapa dia bolos, aku pun mengajaknya mengobrol. Mencoba menjadi pendengar yang baik dan memahami alasan dibalik sikap bolosnya itu. Irfan mulai rajin masuk, entah karena aku sudah mengajaknya mengobrol atau karena hal lain. Aku pun memberitahukan gurunya penyebab Irfan bolos. Sejak saat itu, gurunya sering bertanya dan meminta saranku, terutama juga dalam menangani siswa-siswa berkebutuhan khusus. Serasa seperti konsultan pendidikan yaaa….heee J . Semoga nanti bisa jadi praktoso dan consultant pendidikan sesungguhnyaa. Aamiinn  Ya Raabbb.. 

Aku sebenarnya juga masih banyak belajar bagaimana cara mengatasi anak-anak yang berperilaku tak sesuai dengan yang diharapkan. Meski ilmu yang ku punya sedikit, Alhamdulillah semoga itu berkah dan bisa kubagi pada rekan-rekan guru disini. Mereka begitu mengapresiasi kehadiranku di tengah-tengah mereka. Ketika ada masalah, baik itu terkait dengan anak didik ataupun dengan pendidik lainnya, mereka sering bercerita padaku. Alhamdulillah,, semoga keberadaaku disini sebagai relawan guru, membawa manfaat pada sesama. Aamiin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar