Siang itu aku
hendak pergi ke sebuah minimarket untuk membeli pengharum pakaian, sebuah
minimarket yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah tempat tinggalku. Ketika
sampai di pintu gerbang, aku disapa oleh murid-muridku yang baru saja datang,
memegang IQRA dan juga perlengkapan menulis, mereka hendak mengaji dirumahku
dan juga belajar menulis huruf arab.
“Bu guru, besok kita mengaji tidak”, Tanya salah
seorang muridku.
“Tidak. Kalau Sabtu dan Minggu libur kita mengaji”, jawabku
padanya.
Aku kembali melanjutkan ,
“Tunggu ibu guru disini dulu ya, ibu guru mau pergi
beli sesuatu di sana”, kataku sambil menunjuk kearah minimartket. Kuminta
mereka menungguku sebentar di depan gerbang rumah.
“Iya bu Guru”, jawab mereka serempak.
Aku melanjutkan langkahku, sekitar dua meter
melangkah, salah seorang murid memanggilku, berusaha menyapa dari kejauhan,
“Bu Guruuuuuuuuu…”
Aku menoleh, mencari sumber suara.
“Iya,,,, tunggu sebentar yaaaa”, jawabku sedikit
mengeraskan suara.
Kulihat dari kejauhan ada sekumpulan pemuda yang
duduk di sebuah gazebo dekat minimarket itu. Ingin rasanya aku kembali hendak
memanggil seorang kawan cewek untuk menemaniku, tapi kuurungkan, karena aku
merasa tidak enak untuk meminta ditemani olehnya, tampaknya dia sedang khusyu’
menyaksikan tayangan di layar televisi, takut nanti mengganggu. Sempat juga
berfikir mengajak murid-muridku, tapi lagi-lagi kuurungkan.
Kulanjutkan langkah kakiku, dan bahkan sengaja
kupercepat agar segera sampai tujuan. Tidak ada jalan lain, mau tidak mau aku
harus melewati mereka. Ketika lewat di depan mereka, salah seorang dari mereka
menyapaku,
“Mau kemana cewek?”, tanyanya sambil terus
memperhatikan langkahku yang mulai tergopoh-gopoh
“Mau beli sesuatu”, jawabku singkat sambil menunjuk
sebuah minimarket yang kini sudah ada di depanku.
Pemuda itu kembali melontarkan sesuatu,
“Beli di hatiku aja”, sambil nyengir dia masih
memperhatikan aku yang sudah membelakanginya.
Aku hanya terdiam, berjalan sambil menunduk. Menatap
aspal hitam yang berkilauan terpapar sinar matahari siang. Segera kumasuk ke
dalam minimarket, mencoba menghindar dari tatapan pemuda itu.
Arrghh....risih rasanya, mendapatkan sapaan seperti itu. Aku
merasakan ketidaknyamanan, apalagi nanti ketika aku balik kerumah. Aku berharap
semoga mereka sudah pergi ketika aku keluar dari minimarket, sehingga aku tidak
perlu lagi mendengar sapaan “menggoda”mereka.
Setelah mendapatkan apa yang kucari, segera ku
bergegas menuju kerumah. Kasian muri-murid ku jika harus menunggu lama.
Ketika keluar dari minimarket, aku masih melihat mereka,
para pemuda itu. rupanya mereka masih setia nongkrong di gazebo itu. Aku
mendesah dan menarik napas panjang. Kuhentikan langkahku sejenak. Mempersiapkan
diri dan mental kalau-kalau nanti mendapatkan sapaan tak jelas.
Bismillah…kataku dalam hati. Insyaallah Allah melindungi.
Murid-muridku masih setia menungguku di depan
gerbang, meski dari jauh aku masih bisa melihat mereka menanti kedatanganku.
Segera kugerakkan kakiku, langkah demi langkah kini terlalui hingga sampai di
depan sekumpulan pemuda itu. Dan, aku pun mendapatkan sapaan lagi. Tapi kali
ini dari pemuda yang berbeda.
“Mau pulang ya cewek”, katanya sambil mengamati
setiap langkahku.
“Iya”,
jawabaku singkat dengan nada datar.
Kuteruskan langkahku, melengos dari hadapan mereka.
Tatapan memburu mereka membuatku semakin risih. Kupercepat langkahku. Ingin
menghindar tapi tak bisa. Yang bisa kulakukan hanyalah mempercepat langkah
sambil menunduk tak jelas.
Ahh…aneh sekali rasanya jika aku hanya berjalan
menunduk. Aku pun mulai berani mendongakkan kepalaku, melihat senyum-senyum
tulus dari wajah-wajah polo situ. Terdengar sebuah teriakan,
“Ibu Guruuuuuuuuuuuuuu”, murid-muridku kembali
menyapaku ketika melihatku berjalan menuju rumah.
Aku membalas dengan senyum.
Ketika hampir sampai di depan gerbang, kuminta
mereka langsung masuk kedalam. Mereka pun menurut. Aku mengikuti dari belakang.
Berjalan sendiri apalagi di depan kerumunan orang
memang tak pernah memberikanku kenyamanan. Aku merasa ada banyak mata yang akan
mengawasiku. Apalagi jika harus berjalan di hadapan sekumpulan cowok,
hmm…rasanya ingin berlari atau memutar haluan. Aku gak suka dengan sapaan menggoda mereka, membuatku kesal.
Mungkin inilah salah satu alasan kenapa wanita
dilarang bepergian seorang diri, takut kalau-kalau ada mahkluk jail yang
mengganggu. Di dalam sebuah hadits sudah ditegaskan bahwa hendaknya jika
seorang wanita ingin bepergian, harus ada mahram yang mendampingi agar dia aman
dari godaan-godaan maupun hal-hal yang tidak diinginkan.
Memakai busana muslimah tidak menjadikan mereka malu
untuk menyapa, bahkan dengan sapaan yang kurang pantas ditujukan ke wanita
muslimah, menurutku.
Ya Allah. Aku bermuhasabah diri. Mungkin ada caraku
atau sikapku yang kurang berkenan sehingga aku masih saja mendapatkan sapaan
seperti itu. Mungkin aku yang bersu’udzon pada mereka, bisa jadi niat mereka
baik, tapi mungkin mereka tidak tahu bagaimana cara yang baik. Tak mungkin juga
kujelaskan pada mereka apalagi sampai memarahi mereka. Ah…apapun itu,
Insyaallah selalu ada hikmah yang terselip.
Semoga Allah segera menunjukkan jalanNYA agar aku
bisa bertemu dengan sang pendamping hidupku yang tentunya tidak hanya sekedar
jadi mahram waktu aku bepergian bersamanya, tapi juga bisa menjadi imam, teman,
sahabat, dan tempatku membagi suka dukaku. Aamiin Rabb.
Wanci-Wakatobi
(di Pojok Kamar, menatap diri dalam cermin)
Jum’at, 20 Desember 2013, 22.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar