Selasa, 03 Juni 2014

Pentingnya mahram untuk wanita



Siang  itu aku hendak pergi ke sebuah minimarket untuk membeli pengharum pakaian, sebuah minimarket yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah tempat tinggalku. Ketika sampai di pintu gerbang, aku disapa oleh murid-muridku yang baru saja datang, memegang IQRA dan juga perlengkapan menulis, mereka hendak mengaji dirumahku dan juga belajar menulis huruf arab.
“Bu guru, besok kita mengaji tidak”, Tanya salah seorang muridku.
“Tidak. Kalau Sabtu dan Minggu libur kita mengaji”, jawabku padanya.
Aku kembali melanjutkan ,
“Tunggu ibu guru disini dulu ya, ibu guru mau pergi beli sesuatu di sana”, kataku sambil menunjuk kearah minimartket. Kuminta mereka menungguku sebentar di depan gerbang rumah.
“Iya bu Guru”, jawab mereka serempak.
Aku melanjutkan langkahku, sekitar dua meter melangkah, salah seorang murid memanggilku, berusaha menyapa dari kejauhan,
“Bu Guruuuuuuuuu…”
Aku menoleh, mencari sumber suara.
“Iya,,,, tunggu sebentar yaaaa”, jawabku sedikit mengeraskan suara.
Kulihat dari kejauhan ada sekumpulan pemuda yang duduk di sebuah gazebo dekat minimarket itu. Ingin rasanya aku kembali hendak memanggil seorang kawan cewek untuk menemaniku, tapi kuurungkan, karena aku merasa tidak enak untuk meminta ditemani olehnya, tampaknya dia sedang khusyu’ menyaksikan tayangan di layar televisi, takut nanti mengganggu. Sempat juga berfikir mengajak murid-muridku, tapi lagi-lagi kuurungkan.
Kulanjutkan langkah kakiku, dan bahkan sengaja kupercepat agar segera sampai tujuan. Tidak ada jalan lain, mau tidak mau aku harus melewati mereka. Ketika lewat di depan mereka, salah seorang dari mereka menyapaku, 
“Mau kemana cewek?”, tanyanya sambil terus memperhatikan langkahku yang mulai tergopoh-gopoh
“Mau beli sesuatu”, jawabku singkat sambil menunjuk sebuah minimarket yang kini sudah ada di depanku.
Pemuda itu kembali melontarkan sesuatu,
“Beli di hatiku aja”, sambil nyengir dia masih memperhatikan aku yang sudah membelakanginya.
Aku hanya terdiam, berjalan sambil menunduk. Menatap aspal hitam yang berkilauan terpapar sinar matahari siang. Segera kumasuk ke dalam minimarket, mencoba menghindar dari tatapan pemuda itu.
Arrghh....risih rasanya, mendapatkan sapaan seperti itu. Aku merasakan ketidaknyamanan, apalagi nanti ketika aku balik kerumah. Aku berharap semoga mereka sudah pergi ketika aku keluar dari minimarket, sehingga aku tidak perlu lagi mendengar sapaan “menggoda”mereka.
Setelah mendapatkan apa yang kucari, segera ku bergegas menuju kerumah. Kasian muri-murid ku jika harus menunggu lama.
Ketika keluar dari minimarket, aku masih melihat mereka, para pemuda itu. rupanya mereka masih setia nongkrong di gazebo itu. Aku mendesah dan menarik napas panjang. Kuhentikan langkahku sejenak. Mempersiapkan diri dan mental kalau-kalau nanti mendapatkan sapaan tak jelas.
Bismillah…kataku dalam hati. Insyaallah Allah melindungi.
Murid-muridku masih setia menungguku di depan gerbang, meski dari jauh aku masih bisa melihat mereka menanti kedatanganku. Segera kugerakkan kakiku, langkah demi langkah kini terlalui hingga sampai di depan sekumpulan pemuda itu. Dan, aku pun mendapatkan sapaan lagi. Tapi kali ini dari pemuda yang berbeda.
“Mau pulang ya cewek”, katanya sambil mengamati setiap langkahku.
 “Iya”, jawabaku singkat dengan nada datar.
Kuteruskan langkahku, melengos dari hadapan mereka. Tatapan memburu mereka membuatku semakin risih. Kupercepat langkahku. Ingin menghindar tapi tak bisa. Yang bisa kulakukan hanyalah mempercepat langkah sambil menunduk tak jelas.
Ahh…aneh sekali rasanya jika aku hanya berjalan menunduk. Aku pun mulai berani mendongakkan kepalaku, melihat senyum-senyum tulus dari wajah-wajah polo situ. Terdengar sebuah teriakan,
“Ibu Guruuuuuuuuuuuuuu”, murid-muridku kembali menyapaku ketika melihatku berjalan menuju rumah.
Aku membalas dengan senyum.
Ketika hampir sampai di depan gerbang, kuminta mereka langsung masuk kedalam. Mereka pun menurut. Aku mengikuti dari belakang.
Berjalan sendiri apalagi di depan kerumunan orang memang tak pernah memberikanku kenyamanan. Aku merasa ada banyak mata yang akan mengawasiku. Apalagi jika harus berjalan di hadapan sekumpulan cowok, hmm…rasanya ingin berlari atau memutar haluan. Aku gak suka dengan sapaan menggoda mereka, membuatku kesal.
Mungkin inilah salah satu alasan kenapa wanita dilarang bepergian seorang diri, takut kalau-kalau ada mahkluk jail yang mengganggu. Di dalam sebuah hadits sudah ditegaskan bahwa hendaknya jika seorang wanita ingin bepergian, harus ada mahram yang mendampingi agar dia aman dari godaan-godaan maupun hal-hal yang tidak diinginkan.
Memakai busana muslimah tidak menjadikan mereka malu untuk menyapa, bahkan dengan sapaan yang kurang pantas ditujukan ke wanita muslimah, menurutku.
Ya Allah. Aku bermuhasabah diri. Mungkin ada caraku atau sikapku yang kurang berkenan sehingga aku masih saja mendapatkan sapaan seperti itu. Mungkin aku yang bersu’udzon pada mereka, bisa jadi niat mereka baik, tapi mungkin mereka tidak tahu bagaimana cara yang baik. Tak mungkin juga kujelaskan pada mereka apalagi sampai memarahi mereka. Ah…apapun itu, Insyaallah selalu ada hikmah yang terselip.
Semoga Allah segera menunjukkan jalanNYA agar aku bisa bertemu dengan sang pendamping hidupku yang tentunya tidak hanya sekedar jadi mahram waktu aku bepergian bersamanya, tapi juga bisa menjadi imam, teman, sahabat, dan tempatku membagi suka dukaku. Aamiin Rabb.

Wanci-Wakatobi
(di Pojok Kamar, menatap diri dalam cermin)
Jum’at, 20 Desember 2013, 22.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar