Selasa, 03 Juni 2014

kebaikan berbuah kebaikan



“apa yang kita tanam, itulah yang kita panen”, begitulah bunyi salah satu pepatah bijak. 

Sore itu aku sedang menunggu siswa-siswaku yang sedang bersap-siap , aku langsung menjemput mereka ke rumahnya hendak mengajak mereka pergi berkunjung ke perpustakaan daerah Wakatobi. Saat sedang asik menunggu sambil duduk di teras rumah salah seorang siswaku, tiba-tiba gerimis hujan mulai turun. Tapi hal itu takmenyurutkan semangat siswa-siswaku, mereka sangat senang sekali ketika kuajak pergi ke perpustakaan. 

Makin lama rinai gerimis makin lebat. Aku masih menemani siswa-siswaku menunggu angkot yang lewat. Tapi cukup lama kami menunggu, belum juga tampak angkotnya. Jalanan aspal hitam itu mulai  mulai basah oleh hujan dan semakin terlihat lengang. Tak ada satu pun angkot yang lewat.

Siswa-siswaku masih setia menunggu dipinggir jalan, sesekali mereka menoleh kea rah kanan, berharap ada angkot yang melintas, mereka seakan tak peduli dengan gerimis yang membasahi mereka.  Beberapa menit  kemudian, hujan mulai reda, tapi angkot masih belum terlihat jua. Sambil menunggu angkot, kali ini aku memilih duduk di depan kios yang berada di pinggir jalan. Dari arah kiriku, datang seorang wanita paruh baya dengan menggendong bayinya, dia menghampiriku. 

“Bu guru, mau kemana”, tanyanya padaku.

“Mau ajak anak-anak ke perpustakaan, Bu”, jawabku.

Dia terlihat bingung. Sepertinya kata “perpustakaan” masih asing buat ibu itu.

“Saya mau mengajak anak-anak pergi membaca di perpustakaan”, aku mencoba memberikan jawaban lebih jelas.
Dia pun mengangguk.

“Rudi ikut kah?”, tanyanya kembali.

“Iya, Bu. Itu Rudi disebelah sana”, kataku sambil menunjuk ke  salah satu rumah yang ada diseberang jalan. 

“Bu Guru, kita tinggal dimana?”, tanyanya.

“Saya tinggal dirumah Ketua Yayasan, Bu”.

“Bu guru, datang kesini mih ambil ikan pagi-pagi, bapaknya Rudi kan kerja di laut”, katanya sambil menunjuk ke arah laut yang letaknya juga berada diseberang jalan. 

Dia menawariku agar aku datang pagi-pagi mengambil ikan untuk dijadikan lauk.
Aku mengangguk tersenyum, “Ya Bu, nanti kapan-kapan saya datang”. 

Tawaran itu tentulah bukan iseng menawarkan. Aku bisa merasakan benar-benar ada ketulusan dari tawaran itu. Sejak Rudi mulai bersekolah, terlihat rona kebahagiaan terpancar dari wajah wanita paruh baya itu. dia selalu menyapaku setiap pagi ketika aku dalam perjalanan menuju sekolah. Bahkan jika melihatku dari kejauhan, dengan tergopoh-gopoh sambil menggendong anaknya dia akan berlari kearahku, hanya untuk menyapaku ramah. 

Rudi merupakan siswa putus sekolah dari SD lain, dan kini dia menjadi anak didikku di MIS AL IKHLAS. Sudah hampir 2 tahun Rudi tidak mau bersekolah. Salah satu penyebabnya adalah kondisi keluarga yang tidak harmonis. Orangtua kandung Rudi sudah lama bercerai, dan kini Rudi tinggal bersama dengan Ayah dan Ibu tirinya, dan wanita paruh baya yang  menghampiriku tadi itulah ibu tirinya. Meski bukan ibu kandungnya, tapi ibu tersebut begitu apresiatif terhadap perubahan Rudi, yang awalnya dia tidak mau bersekolah kini mulai mau bersekolah. 

Aku mencoba memberikan motivasi pada Rudi agar dia mau bersekolah kembali. Kuajak dia belajar bersama dengan anak-anak didikku yang lain di sore hari, pergi bersepeda dan bermain bersama. Meski awalnya tak mudah untuk mendekati Rudi, karena dia mencoba menjauh dariku, tapi Alhamdulillah  kini dia sangat bersemangat ke sekolah.aku sangat senang sekali ketika dia mengatakan ingin bersekolah kembali, dan itu memang benar-benar keinginannya, bukan paksaan dari orang lain ataupun dariku. Ya, aku memang tidak pernah memaksa Rudi untuk bersekolah kembali, yang kulakukan adalah menjalin kedekatan emosional, memberikan dia dukungan ,dan  motivasi.  Aku hanya menunjukkan padanya bahwa sekolah itu adalah tempat yang menyenangkan dan belajar itu adalah hal yang sungguh mengasyikkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar