“apa yang kita tanam, itulah yang kita
panen”, begitulah bunyi salah satu pepatah bijak.
Sore itu aku
sedang menunggu siswa-siswaku yang sedang bersap-siap , aku langsung menjemput
mereka ke rumahnya hendak mengajak mereka pergi berkunjung ke perpustakaan
daerah Wakatobi. Saat sedang asik menunggu sambil duduk di teras rumah salah
seorang siswaku, tiba-tiba gerimis hujan mulai turun. Tapi hal itu
takmenyurutkan semangat siswa-siswaku, mereka sangat senang sekali ketika
kuajak pergi ke perpustakaan.
Makin lama rinai
gerimis makin lebat. Aku masih menemani siswa-siswaku menunggu angkot yang
lewat. Tapi cukup lama kami menunggu, belum juga tampak angkotnya. Jalanan
aspal hitam itu mulai mulai basah oleh
hujan dan semakin terlihat lengang. Tak ada satu pun angkot yang lewat.
Siswa-siswaku
masih setia menunggu dipinggir jalan, sesekali mereka menoleh kea rah kanan, berharap
ada angkot yang melintas, mereka seakan tak peduli dengan gerimis yang
membasahi mereka. Beberapa menit kemudian, hujan mulai reda, tapi angkot masih
belum terlihat jua. Sambil menunggu angkot, kali ini aku memilih duduk di depan
kios yang berada di pinggir jalan. Dari arah kiriku, datang seorang wanita
paruh baya dengan menggendong bayinya, dia menghampiriku.
“Bu guru, mau
kemana”, tanyanya padaku.
“Mau ajak
anak-anak ke perpustakaan, Bu”, jawabku.
Dia terlihat
bingung. Sepertinya kata “perpustakaan” masih asing buat ibu itu.
“Saya mau
mengajak anak-anak pergi membaca di perpustakaan”, aku mencoba memberikan jawaban
lebih jelas.
Dia pun
mengangguk.
“Rudi ikut
kah?”, tanyanya kembali.
“Iya, Bu. Itu
Rudi disebelah sana”, kataku sambil menunjuk ke salah satu rumah yang ada diseberang jalan.
“Bu Guru, kita tinggal dimana?”, tanyanya.
“Saya tinggal
dirumah Ketua Yayasan, Bu”.
“Bu guru, datang
kesini mih ambil ikan pagi-pagi,
bapaknya Rudi kan kerja di laut”, katanya sambil menunjuk ke arah laut yang
letaknya juga berada diseberang jalan.
Dia menawariku
agar aku datang pagi-pagi mengambil ikan untuk dijadikan lauk.
Aku mengangguk
tersenyum, “Ya Bu, nanti kapan-kapan saya datang”.
Tawaran itu
tentulah bukan iseng menawarkan. Aku bisa merasakan benar-benar ada ketulusan
dari tawaran itu. Sejak Rudi mulai bersekolah, terlihat rona kebahagiaan
terpancar dari wajah wanita paruh baya itu. dia selalu menyapaku setiap pagi
ketika aku dalam perjalanan menuju sekolah. Bahkan jika melihatku dari
kejauhan, dengan tergopoh-gopoh sambil menggendong anaknya dia akan berlari
kearahku, hanya untuk menyapaku ramah.
Rudi merupakan
siswa putus sekolah dari SD lain, dan kini dia menjadi anak didikku di MIS AL
IKHLAS. Sudah hampir 2 tahun Rudi tidak mau bersekolah. Salah satu penyebabnya
adalah kondisi keluarga yang tidak harmonis. Orangtua kandung Rudi sudah lama
bercerai, dan kini Rudi tinggal bersama dengan Ayah dan Ibu tirinya, dan wanita
paruh baya yang menghampiriku tadi
itulah ibu tirinya. Meski bukan ibu kandungnya, tapi ibu tersebut begitu
apresiatif terhadap perubahan Rudi, yang awalnya dia tidak mau bersekolah kini
mulai mau bersekolah.
Aku mencoba
memberikan motivasi pada Rudi agar dia mau bersekolah kembali. Kuajak dia
belajar bersama dengan anak-anak didikku yang lain di sore hari, pergi
bersepeda dan bermain bersama. Meski awalnya tak mudah untuk mendekati Rudi,
karena dia mencoba menjauh dariku, tapi Alhamdulillah kini dia sangat bersemangat ke sekolah.aku
sangat senang sekali ketika dia mengatakan ingin bersekolah kembali, dan itu
memang benar-benar keinginannya, bukan paksaan dari orang lain ataupun dariku.
Ya, aku memang tidak pernah memaksa Rudi untuk bersekolah kembali, yang
kulakukan adalah menjalin kedekatan emosional, memberikan dia dukungan ,dan motivasi. Aku hanya menunjukkan padanya bahwa sekolah
itu adalah tempat yang menyenangkan dan belajar itu adalah hal yang sungguh
mengasyikkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar