Pagi itu sekitar jam 6, kami (2 ikwan, 4 akhwat) bersiap-siap
menuju lapangan Simpati ---orang sekitar menyebutnya seperti itu---, sebuah
lapangan bola yang berada di belakang Masjid yang ada di sebelah selatan Rumah
Sakit Terpadu Dompet Dhuafa untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Pertama kali
merasakan shalat di lapangan terbuka dan berada di kampung orang, memberikan
kesan berbeda untuk lebaran tahun ini. Lebaran yang bagiku penuh makna karena
menjalaninya bersama teman-teman senasib seperjuangan, teman-teman rantau, jauh
dari keluarga dan kampung halaman.
pose dulu sebelum berangkat menuju tempat shalat ied..hee |
Selesai shalat, para jamaah kemudian berbaris melakukan
salam-salaman, halal bi halal. Tapi hanya
jamaah laki-laki saja, sedangkan jamaah perempuannya sudah pada bubar duluan,
meski halal bi halal tetap dilakukan
tanpa barisan. Jadi hanya orang-orang tertentu dan yang dikenal saja yang di salamin. Karena kami
orang rantau, taka da yang mengenal kami, jadi tak ada yang menyalami kami. Halal bi halal hanya dilakukan
diantara kami berempat saja. Tapi, setelah berdiam diri di tengah kerumunan
orang-orang yang sedang bersalam-salaman, sambil menunggu teman ikhwan selesai bersalam-salaman, ada
seorang ibu yang mendatangi kami dan menjabat tangan kami, “akhirnyaaaaa…” kata
kami sambil saling menatap dan tertawa. Setelah itu, ada lagi beberapa orang
yang menyalami kami. Karena kami tidak menerapkan teknik Sok Kenal Sok Dekat alias SKSD, jadi tak banyak yang menyalami kami…heehee.
Usai bersalam-salaman, kami balik menuju asrama. Jalanan yang
biasanya ramai kini begitu sepi, hanya satu dua motor yang lewat. Sesampinya di
asrama, kami langsung menuju pantry untuk
sarapan. Dengan menu special khas
Lebaran, yaitu ketupat dan opor ayam, ditambah buah jeruk, menikmati sajian
lebaran hanya berenam. Meskipun cuma berenam, tetap terasa nikmat. Begini rasanya lebaran
rasa rantau, meski terasa sedikit sepi, tapi tetap khusyu’ menjalaninya. Hanya saja tidak ada sanak famili yang
dikunjungi, tak ada yang jadi ojek untuk
mengantar Ibu pergi untuk silaturahim ke
rumah pak De, tak ada kunjungan ke makam ayah, tak ada sahutan ejekan dari sepupu-sepuku,
tak ada yang membagikan THR, itulah yang membedakan antara lebaran di rantau
dan kampung halaman.
Hmmm…terselip rasa rindu akan momen-momen itu.
Bogor, 8 Agustus 2013
FOTO:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar