Suara takbir saling bersahutan menggema memecah kesunyian
malam. Suara itu terdengar begitu syahdu nan khusyu’ dari lantai 3 asramaku.
Rasa sepi yang melandaku kini sedikit terobati oleh kehadiran suara takbir itu.
Asrama mulai sepi beberapa hari belakangan ini, karna banyak temanku yang
pulang mudik lebaran. Hanya 10 orang dari 30 mahasiswa SGI 5 yang tidak mudik,
2 orang dari Lombok, Provinsi NTB, 3 orang dari Makassar, Provinsi Sulawesi, 4
orang dari Provinsi Sumatera dan 1 orang dari Provinsi Jawa. Suasana paviliun
yang biasanya ramai dengan obrolan “khas”
kini terasa sepi.
Untuk meramaikan suasana, kami pun beinisiatif untuk membuat
sebuah video takbiran yang kemudian kami unggah di Grup Pribadi SGI 5. Dengan
menggunakan perabotan yang ada di dapur, kami pun mulai briefing, mengharmonisasikan irama music dan vocal. Ternyata susah juga ya buat video. Kami
harus mengulangnya sampai empat kali take,
disebabkan adanya sesuatu dan lain hal yang membuat proses pembuatan video kami
jadi sedikit mengalami kendala. (ceileee…bahasanyeeeee). Sebuah video
sederhana, persembahan khusus dari para akhwat GAM (Genk Anti Mudik). Nama GAM
adalah sebuah nama yang tercetus dengan sendirinya, ditujukan untuk para
mahasiswa/i yang tidak mudik, berawal dari salah seorang teman yang waktu itu
hendak mengupload foto-foto kami ke jejaring sosial, bingung mau menamakan
keterangan apa pada foto-foto itu, akhirnya lahirlah sebuah nama, yaitu Genk
Anti Mudik (GAM).
Malam ini, hanya tersisa 6 orang dari 10 anggota GAM, karna 4
orang dari kami pergi mudik ke rumah sanak family yang ada di Jakarta.
Huhuu…jadi makin sepi saja asrama, tapi untungnya ada anak-anak Smart yang
sedang takbiran menggunakan peralatan seadanya. Ditambah juga dengan suara takbiran
dari masjid-masjid yang ada di sekitar asrama kami.
Meskipun jauh dari kampoeng halaman, aku masih bisa menikmati
khidmatnya malam takbiran tahun ini. Terasa berbeda memang, tapi, inilah yang aku
temui, dan harus dihadapi. Rasa rindu pada kampoeng halaman pastilah ada, rindu
pada keluarga, rindu dengan suasana pantai yang biasanya penuh sesak oleh
lautan manusia di kala musim lebaran tiba, apalagi waktu Lebara Ketupat, yaitu
biasanya di adakan satu minggu setelah lebaran Idul Fitri. Ehmm…tapi, disini
akupun punya keluarga, KM SGI 5, sebagai pengobat rindu dan juga teman senasib
seperjuangan, jadi aku tidak sendiri menikmati suasana malam takbiran di desa
rantau, meski ini adalah pengalaman
pertamaku merayakan lebaran di kampoeng orang, tapi tetap nyaman menjalaninya.
Sungguh tak ada beban yang kurasakan. Aku bersyukur bisa bersama dengan
orang-orang hebat yang selalu memberikan energi positif dalam perjalanan hidup rantau-ku ini.
Jauh dari kampoeng
halaman bukan berarti jauh dari kebahagiaan.
Bogor, 7 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar