Kamis, 15 Agustus 2013

Menikmati Malam Takbiran di Desa Rantau



Suara takbir saling bersahutan menggema memecah kesunyian malam. Suara itu terdengar begitu syahdu nan khusyu’ dari lantai 3 asramaku. Rasa sepi yang melandaku kini sedikit terobati oleh kehadiran suara takbir itu. Asrama mulai sepi beberapa hari belakangan ini, karna banyak temanku yang pulang mudik lebaran. Hanya 10 orang dari 30 mahasiswa SGI 5 yang tidak mudik, 2 orang dari Lombok, Provinsi NTB, 3 orang dari Makassar, Provinsi Sulawesi, 4 orang dari Provinsi Sumatera dan 1 orang dari Provinsi Jawa. Suasana paviliun yang biasanya ramai dengan obrolan “khas”  kini terasa sepi.

Untuk meramaikan suasana, kami pun beinisiatif untuk membuat sebuah video takbiran yang kemudian kami unggah di Grup Pribadi SGI 5. Dengan menggunakan perabotan yang ada di dapur, kami pun mulai briefing, mengharmonisasikan irama music dan vocal. Ternyata susah juga ya buat video. Kami harus mengulangnya sampai empat kali take, disebabkan adanya sesuatu dan lain hal yang membuat proses pembuatan video kami jadi sedikit mengalami kendala. (ceileee…bahasanyeeeee). Sebuah video sederhana, persembahan khusus dari para akhwat GAM (Genk Anti Mudik). Nama GAM adalah sebuah nama yang tercetus dengan sendirinya, ditujukan untuk para mahasiswa/i yang tidak mudik, berawal dari salah seorang teman yang waktu itu hendak mengupload foto-foto kami ke jejaring sosial, bingung mau menamakan keterangan apa pada foto-foto itu, akhirnya lahirlah sebuah nama, yaitu Genk Anti Mudik (GAM).

Malam ini, hanya tersisa 6 orang dari 10 anggota GAM, karna 4 orang dari kami pergi mudik ke rumah sanak family yang ada di Jakarta. Huhuu…jadi makin sepi saja asrama, tapi untungnya ada anak-anak Smart yang sedang takbiran menggunakan peralatan seadanya. Ditambah juga dengan suara takbiran dari masjid-masjid yang ada di sekitar asrama kami.

Meskipun jauh dari kampoeng halaman, aku masih bisa menikmati khidmatnya malam takbiran tahun  ini. Terasa berbeda memang, tapi, inilah yang aku temui, dan harus dihadapi. Rasa rindu pada kampoeng halaman pastilah ada, rindu pada keluarga, rindu dengan suasana pantai yang biasanya penuh sesak oleh lautan manusia di kala musim lebaran tiba, apalagi waktu Lebara Ketupat, yaitu biasanya di adakan satu minggu setelah lebaran Idul Fitri. Ehmm…tapi, disini akupun punya keluarga, KM SGI 5, sebagai pengobat rindu dan juga teman senasib seperjuangan, jadi aku tidak sendiri menikmati suasana malam takbiran di desa rantau, meski ini adalah  pengalaman pertamaku merayakan lebaran di kampoeng orang, tapi tetap nyaman menjalaninya. Sungguh tak ada beban yang kurasakan. Aku bersyukur bisa bersama dengan orang-orang hebat yang selalu memberikan energi positif dalam perjalanan hidup rantau-ku ini.

Jauh dari kampoeng halaman bukan berarti jauh dari kebahagiaan.

Bogor, 7 Agustus 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar